Soal Putusan MK yang Dianulir, Megawati: Mengingkari Keputusan MK Sama Saja Melanggar Konstitusi

Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri
Sumber :
  • VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham

Jakarta, VIVA – Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri menyinggung soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianulir oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Ia mengatakan, siapapun yang menentang keputusan MK, dia bukan orang Indonesia.

Terpopuler: Perwira Polisi Mesum dengan Istri Orang, Prediksi Sikap Politik PDIP usai Hasto Tersangka

Mulanya, Megawati mengaku berbincang dengan Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD soal putusan MK.  "Orang saya ini lihat kejadian tadi pagi aja, saya sampai nanya itu pak Mahfud. Itu pasal apa ya yang dipakai ya? Beliau ketawa aja. Tuh, berarti enggak ada pasalnya loh," kata Megawati dalam pidato politik di DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Agustus 2024.

Megawati juga membacakan salah satu pasal yang menyebut keputusan MK adalah bersifat final dan mengikat.

PDI Perjuangan Pertanyakan Kasus Hasto 5 Tahun Silam Baru Dibuka Setelah Partainya Kritis ke Keluarga Jokowi

"Demikian halnya terhadap ini saya suruh cari. Pasal 24c ayat 1, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Kalau kerennya kan, final and binding, keren toh," kata Megawati.

Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri

Photo :
  • VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Bawaslu Minta Sentra Gakkumdu Rumuskan Lagi Hukum Acara Pemilu

"Untuk menguji undang-undang, berarti undang-undang berada di bawahnya, terhadap undang-undang dasar," ujarnya.

Presiden kelima RI itu pun menegaskan barangsiapa yang menentang pasal tersebut, maka dia bukanlah orang Indonesia. Ia menyebutkan, pihak yang menentang juga melanggar konstitusi.

"Kalau ada orang yang akan menantang apa yang berbunyi di pasal-pasal ini, maka dia bukan orang Indonesia. Saya enggak mau salah aturan. Jadi apa amanat ini? Tidak bisa ditafsirkan lain. Karena itulah mengingkari keputusan MK, sama saja artinya dengan pelanggaran konstitusi," ujarnya.

Diketahui, Baleg DPR RI menyepakati batas usia calon gubernur dan calon wakil gubernur minimal 30 tahun, serta 25 tahun untuk calon wali kota dan wakilnya dalam RUU Pilkada. Hal itu dikatakan merujuk putusan Mahkamah Agung (MA). 

Mayoritas fraksi di DPR menyetujuinya. Hanya PDIP yang protes menolak. Namun, pada akhirnya ketok palu.

"Setuju ya merujuk ke MA?," tanya Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi (Awiek) yang memimpin rapat Baleg DPR dengan DPD dan Pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 21 Agustus 2024. 

Baleg DPR RI juga menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurunkan ambang batas atau threshold pencalonan kepala daerah hanya berlaku bagi partai politik (parpol) tanpa kursi di DPRD atau nonparlemen. Sedangkan parpol yang memiliki kursi di DPRD tetap menggunakan syarat minimal 20 kursi. 

Hal tersebut disampaikan anggota Baleg DPR dari Fraksi PAN Yandri Susanto seusai rapat RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.

“Tadi memang kita merespons di Pasal 40, tentang syarat pencalonan. Syarat pencalonan tadi mufakat, tidak ada perdebatan, dari syarat itu yang mempunyai kursi di DPR, DPRD, Kabupaten/Kota maupun Provinsi, syaratnya kalau dihitung dengan jumlah kursi, tetap 20 persen bisa mencalonkan,'' kata Yandri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya