Gugatan Partai Gelora 'Beri Nyawa' PDIP dan Anies di Pilkada Jakarta, Begini Respons Fahri Hamzah
- YouTube Indonesia Lawyers Club
Jakarta, VIVA – Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah akhirnya buka suara terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang perubahan ketentuan ambang batas pencalonan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Partai Gelora yang diwakili Muhammad Anis Matta sebagai Ketua Umum dan Mahfuz Sidik menjadi salah satu pihak pemohon -- bersama Partai Buruh yang diwakili Said Iqbal sebagai Presiden dan Ferri Nurzali sebagai Sekretaris Jenderal, menguji ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Â
Menurut Fahri, permohonan uji materiil UU Pilkada yang diajukan Partai Gelora bertujuan mengakomodasi suara rakyat, yang ketika rakyat mencoblos di pemilu maka suaranya bermakna.Â
"Selama ini yang boleh mengajukan calon ini hanya partai yang punya kursi (DPRD), sekarang yang tidak punya kursi pun bisa mengajukan calon, sejauh persentasenya dicukupkan," kata Fahri Hamzah dikutip dalam tayangan di akun Youtube Roemah Pemoeda dikutip, Rabu, 21 Agustus 2024.
"Saya kira ini bagus, akomodasi bagi kepentingan rakyat banyak," sambungnya
Fahri menegaskan bahwa gugatan ini tidak terkait dengan calon tertentu, tapi bagian dari akomodasi terhadap suara rakyat pemilih partai Gelora. Gugatan ini sengaja diajukan sebelum perhelatan pilkada.
"Saya kira karena gugatan ini baru bulan Juni, bulan lalu menjelang pilkada, karena kita ingin sebagai partai yang penting rakyat memilih kita maka seharusnya suaranya dihitung," ujarnya
Sebelumnya, MK melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) syarat pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah di Pilkada. Putusan ini dinilai memberikan peluang kepada PDIP dan Anies Baswedan untuk berlaga di Pilkada Jakarta 2024, di tengah fenomena paslon yang diusung KIM Plus, Ridwan Kamil-Suswono, yang memborong dukungan 12 partai politik di Pilkada Jakarta.
Dalam putusannya MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon. Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.
"Amar putusan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa.
Diketahui, Partai Buruh dan Partai Gelora mempersoalkan konstitusional Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). Dalam pasal itu, partai politik yang bisa mengajukan calon hanya yang memiliki kursi di DPRD wilayah tersebut.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
Karena keberadaan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada, maka MK menyatakan harus juga menilai konstitusional yang utuh terhadap Pasal 40 ayat (1).
Dengan demikian, MK memutuskan Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada harus pula dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang telah dijabarkan MK.
Â