Pasca Putusan MK, Aburizal Bakrie Minta Ketua Umum Golkar Baru Dengar Usulan di Daerah
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA -Â Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Aburizal Bakrie alias Ical meminta agar Ketua Umum Partai Golkar selanjutnya gencar melakukan negosiasi di daerah pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengubahan ambang batas pencalonan kepala daerah dalam UU Pilkada.
"Mohon Bapak Ketua Umum dan pengurus yang akan datang, bisa mendengarkan dengan baik usulan-usulan dari daerah, membina, kemudian melakukan suatu negosiasi-negosiasi agar Partai Golkar memenangkan paling banyak pada pilkada yang akan datang ini," kata Ical dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke XI Partai Golkar di Jakarta Convention Center (JCC), dikutip Rabu, 21 Agustus 2024.
Menurutnya, negosiasi politik Partai Golkar dapat dilakukan maksimal agar berdampak positif kepada partai.
"Namun demikian, kami harapkan bahwa kita atau pengurus yang akan datang membela mati-matian Partai Golkar ini dengan melakukan negosiasi-negosiasi yang baik. Saya kira dengan pengertian dan negosiasi yang baik, kita bisa berhasil lebih baik lagi ke depan," kata dia.
Ical mengatakan Putusan MK berpeluang mencalonkan sendiri, termasuk Partai Golkar. Ia juga menekankan bahwa Golkar harus mampu berkomunikasi dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) ihwal negosiasi terkait Pilkada 2024.
"Tentu kita harus melihat bagaimana kita berunding bersama Koalisi Indonesia Maju," ujar Ical.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan partai politik yang akan mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur di Pilkada 2024 cukup memperoleh suara sebesar 7,5 persen di DPRD pada Pemilu 2024.Â
Putusan perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora tersebut dibacakan Majelis Hakim MK di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 Ayat (3) yang termaktub pada UU Pilkada inkonstitusional.
Selain itu, Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pengubahan penentuan syarat usia minimum dalam UU Pilkada. Tapi dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa syarat usai calon kepala daerah harus dihitung saat penetapan pasangan calon.
Demikian ketetapan tersebut tertuang dalam putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Gugatan itu diajukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A Fahrur Rozi, dan mahasiswa Podomoro University, Anthony Lee.Â
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di Gedung MK, pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Pada putusannya, MK juga membandingkan aturan di Pilkada Serentak 2024 dengan pemilihan lainnya. Sebab, terdapat perbedaan perlakuan penghitungan syarat usia bagi calon kepala daerah dengan calon anggota legislatif dan calon presiden-wakil presiden.
MK mengatakan calon kepala daerah yang tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur UU, maka calon itu dapat dinyatakan tidak sah oleh MK dalam sidang sengketa hasil Pilkada.
"Persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon," kata hakim Saldi.