Putusan MK Buka Peluang Anies-Ahok Maju Pilgub Jakarta, Ridwan Kamil Bisa Ketar-Ketir

Anies Baswedan dan 'Ahok' Basuki TJahaja Purnama saat menggelar pertemuan pertama mereka usai Pilkada DKI putaran dua di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (20/4/2017)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Irwandi Arsyad

Jakarta, VIVA – Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan partai politik yang akan mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur di Pilkada 2024 cukup memperoleh suara sebesar 7,5 persen di DPRD pada Pemilu 2024. Pengamat Politik Agung Baskoro mengatakan putusan MK ini tentu akan mengubah peta Politik.

MK Bilang Pembentuk UU Tidak Boleh Sering Ubah Syarat Usia Pejabat Publik

Putusan MK ini akan membuat Pilkada di Jakarta menjadi lebih menarik. Karena apa yang sudah diprediksi banyak pihak, bakal berubah setelah keluarnya putusan ini.

"Pada Pilkada 2024 di Jakarta, di mana residu politik nasional selalu hadir, kemudian ada cerita-cerita injury time di sana, sehingga mengubah banyak efek-efek, dan menghadirkan efek-efek. Kalau misalkan 2017 ada 212 effect, di sini ada Istana effect, Nah saya kira kali ini ada MK effect," kata Agung, dikutip Rabu, 21 Agustus 204.

Soal Dukung RK atau Pramono di Pilkada Jakarta, Sutiyoso: Enggak Ada yang Saya Pilih

Ilustrasi surat suara di pemilu

Photo :
  • vstory

Menurut Agung, hadirnya putusan MK mengenai aturan Pilkada inibisa menjadi ancaman bagi Koalisi Indonesia Maju Plus ( KIMP Plus) yang telah mengusung pasangan Ridwan Kamil dan Suswono. Sebab dari putusan ini, membuat peluang Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) maju Pilkada Jakarta semakin besar.

Putusan MK Ikut Turunkan Jumlah Calon Tunggal pada Pilkada 2024, Menurut BRIN

Bahkan, hal ini sedikit banyak bisa menimbulkan kekhawatiran sendiri di KIM Plus. Sebab, KIM Plus yang tadinya memprediksi bakal melawan kotak kosong atau Calon Independen, kini berubah menjadi melawan calon yang kuat seperti Anies dan Ahok.

Diketahui, dalam riset sejumlah lembaga survei, disebutkan bahwa elektabilitas Anies menjadi yang tertinggi di bursa Cagub DKI. Kemudian setelah itu ada nama Ahok, dan setelah itu ada Ridwan Kamil.

Dilihat dari hal tersebut, putusan MK ini menjadi ancaman yang mengkhawatirkan bagi Ridwan Kamil-Suswono bersama KIM Plus.

"Otomatis (Putusan MK menjadi ancaman) bersama dengan Ridwan Kamil, otomatis ya. Karena sebelum putusan MK lahir kan ada perasaan di mana kita (Ridwan Kamil dan KIM) tidak ada lawan yang sepadan, hanya paslon independen. Ketika putusan ini lahir, otomatis Anis dan Ahok mengemuka," kata Agung

"Ini adalah orang-orang yang disurvei sangat tinggi dan berhasil sementara ini mengalahkan Ridwan Kamil. Nah harus bagaimana, kita akan menunggu respon itu dan saya kira pertandingannya akan menarik dan beginilah demokrasi yang ideal menurut kita semua," ujar Agung.

MK sebelumnya sudah memutuskan partai politik yang akan mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur di Pilkada 2024 cukup memperoleh suara sebesar 7,5 persen di DPRD pada Pemilu 2024. 

Putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora tersebut dibacakan majelis hakim MK di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa 20 Agustus 2024.

Ketua MK Suhartoyo saat sidang di MK. (Foto ilustrasi)

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) yang termaktub pada UU Pilkada inkonstitusional. 

Adapun, Isi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada yakni, “Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.” 

Kemudian MK dalam putusannya mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada menjadi berbunyi: 

Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut: 
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur: 

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut. 

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut. 

Kemudian huruf c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.

“d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan.

Sementara itu, untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 % di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 % di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 % di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 % di kabupaten/kota tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya