KPU Pelajari Putusan MK yang Ubah Syarat Pencalonan di Pilkada
- VIVA/ Yeni Lestari
Jakarta, VIVA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyampaikan akan mempelajari semua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah aturan terkait pencalonan di Pilkada 2024.Â
Sebelumnya, MK memutuskan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi DPRD.Â
"KPU RI akan mempelajari semua putusan MK berkenaan dengan pasal-pasal yang mengatur tentang pencalonan yang termaktub di dalam UU Pilkada," kata Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik kepada awak media, Selasa, 20 Agustus 2024.
Menurut dia, setelah mempelajari putusan MK, KPU selanjutnya akan berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR. Sebab, kata Idham, putusan MK bersifat final dan mengikat (binding).Â
"Pasca KPU mempelajari semua amar putusan, terkait dengan pasal-pasal dalam UU Pilkada tersebut, KPU RI akan berkonsultasi dengan pembentuk UU, dalam hal ini pemerintah dan DPR," jelas Idham.
Idham mengatakan pihaknya belum bisa memastikan akan ada revisi atau tidak pada PKPU No 8 Tahun 2024 tentang pencalonan Pilkada.
"Jika memang dalam amar putusan MK menyatakan ada pasal dalam UU Pilkada, berkenaan dengan pencalonan dinyatakan inkonstitusional dan Mahkamah merumuskan atau menjelaskan mengapa itu dikatakan inkonstitusional, dan Mahkamah biasanya akan menjelaskan agar tidak inkonstitusional, maka Mahkamah biasanya merumuskan norma," jelas Idham.Â
Dia bilang KPU nanti akan mengkonsultasikan dengan DPR dan Pemerintah selaku pembua UU.
"KPU nanti akan mengonsultasikannya dengan pembentuk undang-undang," imbuhnya.
Sebelumnya, MK memutuskan mengubah syarat pencalonan kepala daerah. Hal ini tercantum dalam putusan perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Putusan MK itu dibacakan, Selasa, 20 Agustus 2024.
Dalam gugatannya, Partai Buruh dan Partai Gelora menggugat Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada. Pasal itu berbunyi, "Dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25?ri akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk partai politik yang memperoleh kursi di dewan perwakilan rakyat daerah."
Adapun dalam putusannya, MK mengatakan esensi pasal tersebut sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32 tahun 2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sebelumnya.Â
MK menyebut pembentuk UU malah memasukkan lagi norma yang telah dinyatakan inkonstitusional dalam pasal UU Pilkada.
Maka itu, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional. MK pun menyebut pasal itu berdampak pada Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada.
MK pun mengubah isi Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada. Pasal ini menjadi, "Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:Â
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:Â
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut.Â
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut.Â
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.Â
Kemudian, untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 sampai 500.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.
Dengan putusan MK, PDIP punya kans untuk mengusung cagub-cawagub di Pilkada Jakarta 2024 tanpa perlu koalisi.Â
Diketahui, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di Jakarta di Pemilu 2024 sebanyak 8,2 juta. Dengan putusan MK, partai politik atau gabungan partai politik dapat mengusung cagub-cawagub dengan syarat meraih 7,5% suara sah. Sementara itu, PDIP meraih 850.174 atau 14 persen dari 6.067.241 suara sah di Pemilu 2024.Â