PDIP Beberkan Tiga Hal Janggal di Balik Reshuffle Yasonna Laoly

Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat (Tengah)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham

Jakarta, VIVA - PDIP menduga ada masalah besar yang sedang terjadi di balik keputusan reshuffle kabinet atas Yasonna Laoly dan Arifin Tasrif. Pasalnya, perombakan kabinet tersebut dilakukan dua bulan sebelum berakhirnya masa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Dukung Prabowo Mau Swasembada Energi, DPR: Pertamina Harus Fokus Benahi Ini

Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menjelaskan, secara prinsipil, PDIP tak bisa menolak atau menyetujui keputusan presiden itu karena hak reshuffle kabinet adalah hak prerogatif seorang presiden. Namun, dari sisi penilaian terhadap sebuah kebijakan, PDIP melihat sesuatu yang sangat mengkhawatirkan.

Pertama, kata dia, Yasona diganti dua bulan menjelang transisi pemerintahan 2024-2029, menimbulkan pertanyaan tentang apa alasan sebenarnya reshuffle kedua menteri itu.

Prabowo Buka Retreat Kabinet di Akmil Magelang Besok

Presiden Jokowi melantik Menteri ESDM, Menkumham dan Wamenkominfo

Photo :
  • VIVA/Farhan

“[apakah] karena Pak Yasonna mungkin ditegur karena tidak meminta persetujuan kepada Presiden atas pengesahan perpanjangan kepengurusan DPP Partai kemarin,” kata Djarot kepada wartawan di kantor pusat PDIP, Jakarta, Senin, 19 Agustus 2024.

DPR Sebut Keinginan Menteri HAM Tambah Anggaran Rp20 Triliun Bertentangan Arahan Prabowo

Djarot kembali menduga penggantian Yasonna disebabkan deklarasi Edy Rahmayadi sebagai bakal calon gubernur Sumatra UtaraEdy akan bertarung melawan menantu Jokowi, yaitu Bobby Nasution.

“Kedua, apakah Pak Yasona diberhentikan karena sebagai kader partai beliau kemarin mengikuti acara deklarasi di Medan, yaitu deklarasi untuk mencalonkan Eddy Rahmayadi,” katanya.

Tanda tanya ketiga, kata Djarot, adalah soal ketidakhadiran Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih periode 2024-2029 saat pelantikan menteri baru.

Yasonna Laoly Hadiri Hari Pengayoman ke-79

Photo :
  • Kemenkumham

PDIP menilai etika pemerintahan yang benar adalah seorang presiden tidak mengambil keputusan strategis pada akhir masa jabatan, demi tak mewariskan beban masalah untuk pemerintahan berikutnya. Itu terjadi di era pemerintahan Gus Dur, Megawati, lalu pemerintahan SBY.

“Kita juga mempertanyakan apakah reshuffle kabinet itu juga hasil dari Pak Jokowi dengan [calon] presiden terpilih, yaitu Pak Prabowo? Karena kita lihat tadi Pak Prabowo tidak menghadiri acara pelantikan dan pengambilan sumpah ya, reshuffle tadi pagi saya melihat beliau tidak hadir,” kata dia.

Maka itulah PDIP menilai reshuffle terakhir dimaksud bertujuan untuk kepentingan pribadi.

“Kami anggap bahwa ini merupakan suatu peristiwa politik dan menjadi even atau kesempatan dari Pak Jokowi untuk mengkonsolidir kekuasaannya, kekuatannya dalam rangka mengontrol atau mendesakkan orang-orangnya pada pemerintahan yang akan datang itu,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya