Dua Menteri dari PDIP Dicopot Jokowi, Rocky Gerung: Risiko Berselisih
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta, VIVA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melantik tiga menteri dan satu wakil menteri di Istana Negara, Jakarta pada Senin, 19 Agustus 2024.
Bahlil Lahadalia menjadi Menteri ESDM menggantikan Arifin Tasrif, Supratman Andi Agtas menjadi Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) menggantikan Yasonna Laoly.
Kemudian Rosan Roeslani dilantik jadi Menteri Investasi/Kepala BKPM menggantikan Bahlil, dan Angga Raka Prabowo sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo).
Diketahui Menkumham Yasonna Laoly dan Menteri ESDM Arifin Tasrif yang digantikan itu merupakan dua menteri yang diajukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPIP).
Dalam sebuah diskusi yang diadakan di kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rocky Gerung memberikan pandangannya terkait pencopotan dua menteri dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Menurut Akademisi sekaligus pengamat politik Rocky Gerung, langkah Jokowi untuk mencopot dua menteri dari PDIP merupakan tindakan yang cukup berani dan kontroversial. PDIP, sebagai partai yang selama ini mendukung Jokowi, kini harus menghadapi kenyataan bahwa dua kader utamanya digantikan dalam kabinet.
Sehingga ia pun beranggapan kalau ini karena PDIP mengambil risiko besar karena berselisih secara terbuka dengan Jokowi.
"Setelah bertahun-tahun PDIP menyadari keadaan ini, orang masih menganggap ini kesalahan PDIP, iya memang kesalahan PDIP, tapi PDIP mengambil risiko untuk berselisih dengan orang yang pernah dieluh-eluhkan," kata Rocky Gerung Senin, 19 Agustus 2024 dikutip akun YouTube Rocky Gerung Official.
Menurut Rocky, risiko PDIP untuk berselisih dengan Jokowi menjadi langkah moral yang baik, karena PDIP sekarang berada di posisi yang frontal dengan Jokowi.
"PDIP mengatakan kami akan memulihkan demokrasi karena kami mengerti selama ini kami salah dalam membaca watak atau tabiat seseorang yang kita sebut sebagai kader," jelas Rocky.
Rocky pun mengatakan, fenomena politik eksklusi ini menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia belum sepenuhnya matang, dan masih rentan terhadap manipulasi oleh kekuatan politik yang berkuasa.
Sehingga reformasi yang seharusnya terbuka untuk umum, sambung Rocky, akhirnya menjadi eksklusif dan Exclusionary hanya karena elit politik disandera oleh kasus-kasus tertentu.