Sekjen PDIP Hasto Singgung Kedaulatan Rakyat Kini Diubah jadi Kedaulatan Keluarga
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Rangkasbitung, VIVA – Lazimnya kita tahu adalah kedaulatan rakyat, dimana rakyat lah yang sepenuhnya memiliki kekuasaan itu. Tapi bagi Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sekarang ada yang mengubah kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan keluarga.
Hasto mengatakan hal tersebut dalam acara bedah buku Bung Karno di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Banten. Hadir juga akademisi yang juga kritikus, Rocky Gerung.
Hasto menyatakan dirinya meyakini bahwa seluruh pemikiran Bung Karno, sang Proklamator yang juga Presiden RI pertama, mengandung nilai perjuangan tentang pembebasan rakyat. Pemikiran Bung Karno memiliki desain untuk membawa rakyat berdaulat, bukan untuk mengubah kedaulatan rakyat hanya menjadi kedaulatan bagi keluarganya sendiri.
“Untuk itu tujuan kita adalah merombak struktur kekuasaan yang tidak adil, struktur kekuasaan yang desainnya adalah untuk kedaulatan rakyat, tapi telah diubah untuk keluarga, ini yang harus kita lakukan perlawanan dari aspek intelektual hingga menjadi gerakan,” kata Hasto di Rangkasbitung, Jumat, 16 Agustus 2024.
Ia menambahkan bagaimana di Rangkasbitung ada sosok petani yang berani melawan kolonialisme Belanda, berjuang hidup atau mati. Menurutnya, hal ini menjadi bagian dari sejarah perjuangan dari hasrat setiap manusia untuk memiliki jiwa-jiwa yang merdeka, memiliki suatu jiwa-jiwa yang menentang setiap bentuk ketidakadilan.
“Maka kalau petani pun berani berjuang, kita pun dengan seluruh kekuatan intelektual dan kekuatan pergerakan kita, harus mendidik rakyat agar kita tidak membiarkan terhadap berbagai bentuk ketidakadilan,” tegas Hasto.
Politisi asal Yogyakarta ini mengajak seluruh elemen bangsa membuka bersama lembar demi lembar ‘merahnya ajaran Bung Karno’ serta meresapi seluruh pemikiran-pemikiran Bung Karno yang pada dasarnya adalah pemikiran-pemikiran pembebasan.
Terlebih, pembebasan adalah suatu konstruksi yang bisa hadir sebagai bangsa yang berdaulat untuk menentukan dan berani menentukan nasib bangsa.
“Tugas kita memberikan suatu bingkai bahwa perjuangan ini selalu ada rohnya dan ketika kita menemukan itu melalui membaca buku merahnya ajaran Soekarno maka kita akan hadir sebagai kekuatan progresif yang mampu menghadapi berbagai tembok-tembok penghalang di dalam mewujudkan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945,” jelasnya.
Hasto mengakui perjuangan itu tidak selalu mudah. Ia sendiri merasakan bagaimana tekanan besar harus dihadapi dalam perjuangan.
"Banyak yang menyuruh saya, Mas Hasto diam saja, jangan melawan. Lah saya tidak melawan. Cuma kita diajarkan berpikir kritis berbasis pemikiran Soekarno Bapak Bangsa,” tegas Hasto.