Pergantian Ketua Umum Golkar Selalu dari Situasi Tidak Normal, Menurut Pengamat Politik

Acara puncak HUT ke-56 Partai Golkar. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

Jakarta, VIVA - Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan bahwa pengunduran diri Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar menimbulkan tanda tanya.

Jelang Pemungutan Suara, PM Israel Netanyahu Lebih Inginkan Trump Atau Harris jadi Presiden AS?

"Saya kira semua orang kaget dengan pengunduran Airlangga yang terkesan tiba-tiba dan mendadak karena selama ini memang isu terkait munaslub (musyawarah nasional luar biasa) itu tak pernah sukses ya," kata Adi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu, 11 Agustus 2024.

Menurut dia, pengunduran diri tersebut berbanding terbalik dengan kepemimpinan Airlangga di Partai Golkar yang membuat perolehan kursi pada Pemilu 2024 meningkat.

Hasil Rapat Jajaran Menteri Ekonomi Prabowo di Hari Minggu, Simak!

Ilustrasi Partai Golkar.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Walaupun demikian, Adi mengatakan bahwa mundurnya Airlangga membuat pergantian kepemimpinan di Partai Golkar selalu berubah dalam situasi yang tidak wajar.

Gabung Gokil Gaspoll, Jaringan Wirausaha Muda Jatim Optimistis dengan Kepemimpinan Khofifah-Emil

Sebelumnya, kata dia, sempat terjadi konflik internal saat Setya Novanto terpilih untuk menjabat sebagai ketua umum partai tersebut.

"Kalau kita melihat kecenderungan secara umum, Ketua Umum Partai Golkar itu selalu lahir dari situasi yang tidak normal. Ketua Umum Partai Golkar sebelum Airlangga, Setnov, itu jadi Ketum Partai Golkar di tengah konflik internal Golkar pada saat itu. Kalau tidak salah konflik internal antara kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono," jelasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa Airlangga terpilih menjadi ketua umum pada saat Setnov berurusan dengan permasalahan hukum.

Partai Golkar menggelar Rapimnas. (Foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

Bahkan, kata dia, pada tahun 2004, Akbar Tanjung yang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, dan berhasil meraih perolehan Pemilu Legislatif terbanyak harus disingkirkan dan diganti oleh Jusuf Kalla.

"Kondisi-kondisi yang semacam ini sebenarnya membuat pergantian Ketum Golkar memang selalu diawali oleh situasi yang sebenarnya tidak normal dan tidak kondusif. Jadi, kalau tiba-tiba Airlangga mundur, ya, ini tentu makin memperpanjang betapa suksesi kepemimpinan di Partai Golkar itu selalu diwarnai oleh kondisi-kondisi yang tidak normal," katanya. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya