CSIS: Skenario Lawan Kotak Kosong di Pilkada Jakarta Sudah Kebablasan

Warga menentukan pilihannya dalam Pilkada. (ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Jakarta, VIVA – Skenario calon tunggal atau calon melawan kotak kosong di Pilkada Jakarta dinilai sebagai praktik 'kebablasan' dalam konteks demokrasi.  Wacana ini mencuat setelah kemunculan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang bakal mengusung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta. 

Ridwan Kamil Bilang Banyak Temuan di Pilkada Jakarta tapi Kenapa Tidak Gugat ke MK?

Koalisi super gemuk itu kabarnya mengancam posisi Anies Baswedan yang bakal ditinggal PKS, NasDem dan PKB -- partai yang dari awal mengusung Anies di Pilkada Jakarta.  

Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes menilai bila skenario calon tunggal di Pilkada Jakarta dapat terjadi, maka hal tersebut menunjukkan demokrasi yang tidak sehat.

RK Titip Aspirasi 40 Persen Suara Pemilih ke Pramono-Rano Karno

"Menurut saya, kalau ada skenario partai-partai untuk mendesain pilkada melawan kotak kosong, saya kira itu sudah kebablasan, dan itu tidak menunjukkan semangat untuk membangun demokrasi yang sehat," kata Arya Fernandes dikutip, Jumat, 9 Agustus 2024.

Peneliti CSIS, Arya Fernandes

Photo :
  • VIVA / Lilis Khalisotussurur
Akui Kalah di Pilkada Jakarta, RK-Suswono Ucapkan Selamat ke Pramono-Rano

Menurutnya, esensi pemilu atau pilkada adalah kompetisi, sehingga bila Pilkada Jakarta tidak menyajikan kompetisi atau calon tunggal saja, maka tidak menunjukkan praktik demokrasi yang baik.

Terlebih, lanjut dia, Pilkada Jakarta masih memungkinkan untuk menyajikan pertarungan gagasan untuk dua pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur, bukan hanya satu pasangan saja dan melawan kotak kosong.

"Kalau kita lihat di Jakarta, sebenarnya potensinya terjadi head-to-head, dan head-to-head itu bisa terjadi kalau PKS, NasDem, dan PKB, plus PDIP bisa solid," ujarnya

Walaupun demikian, ia mengatakan bahwa bila salah satu atau dua partai dari empat itu ada yang memutuskan bergabung dengan koalisi lain, maka dua partai tersisa masih dapat mengusung pasangan calon di Pilkada Jakarta, kecuali koalisi NasDem-PKB.

"Jadi, saya kira kita mendorong agar partai-partai yang belum menentukan calon ini, dalam hal ini tentu, PKS, NasDem, PKB, dan PDIP tentunya untuk paling tidak bisa memberikan sinyalemen kira-kira akan mendukung siapa, dan itu penting juga bagi kita supaya desain calon tunggal ini menjadi bisa diprediksi dengan cepat," paparnya

Ia menjelaskan bahwa untuk mengusung pasangan calon di Pilkada Jakarta mensyaratkan harus mempunyai 22 kursi di DPRD Provinsi berdasarkan hasil Pemilu 2024. Berdasarkan data yang dihimpun CSIS, PKS memiliki 18 kursi, NasDem 11, PKB 10, dan PDIP 15. 

Sebelumnya, beberapa pihak menilai kehadiran KIM Plus justru mempersulit langkah Anies dalam Pilkada Jakarta. Lebih jauh, keberadaan KIM Plus juga dinilai upaya menjegal Anies di Jakarta.

Namun demikian, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menegaskan pengusungan Ridwan Kamil yang didukung KIM Plus jadi calon gubernur Jakarta bukan bermaksud untuk menjegal langkah Anies Baswedan.

"Jadi tidak ada niat sedikitpun, apalagi menjegal lawan-lawan tertentu. Kami hanya mengurusi diri kami saja. Mengurusi partai kami, kami punya calon namanya Ridwan Kamil, kami membutuhkan dukungan partai politik lain," kata Doli saat ditemui di kantor DPP Partai Golkar, di kawasan Slipi, Jakarta Barat, Kamis.

Menurut Doli, pihaknya sedari awal hanya berniat ingin membangun Jakarta dengan cara menurunkan kader terbaiknya untuk bertarung dalam Pilkada Jakarta.

Doli melanjutkan, pihaknya akhirnya memilih Ridwan Kamil lantaran dianggap memiliki pengalaman yang mumpuni di bidang pembenahan kota. Ridwan Kamil sendiri diketahui pernah menjadi Wali Kota Bandung dan Gubernur Jawa Barat.

Berdasarkan hal tersebut, Golkar pun berinisiatif mencari dukungan dari beragam partai, termasuk yang ada di dalam maupun di luar KIM, untuk mendukung Ridwan Kamil.

"Salah satu ukuran menang itu kan siapa yang paling mendapat dukungan paling banyak. Kalau di hari H nya, yang menang itu adalah siapa yang mendapat dukungan rakyat paling banyak," kata Doli. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya