Santer Isu Skenario Sejumlah Pilkada melawan Kotak Kosong, Kata Pengamat Politik

Calon Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menutup kolom kosong pada contoh surat suara usai menggunakan hak suara di Pilkada Serentak 2018
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Depok, VIVA - Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Aditya Perdana mengatakan, menjelang pendaftaran pencalonan Pilkada 2024 pada akhir bulan Agustus, santer terdengar adanya pembentukan skenario melawan kotak kosong atau dulu dikenal bumbung kosong.

KPU: Idealnya Kepala Daerah Dilantik Setelah 13 Maret 2025

"Skenario pembentukan kotak kosong ada di beberapa wilayah strategis seperti Sumatra Utara, Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan lainnya," kata Aditya Perdana di Depok, Selasa, 6 Agustus 2024.

Aditya Perdana menjelaskan, yang menjadi dasar dan motivasi para elite dalam membentuk skenario kotak kosong ini adalah: Pertama dari sisi regulasi, pembentukan koalisi dengan threshold tinggi tersebut memang menyulitkan calon-calon kepala daerah yang berpotensi dalam menggalang dukungan.

Setuju dengan Prabowo Pilkada Lewat DPRD: Saatnya Dievaluasi secara Menyeluruh

Warga menentukan pilihannya dalam Pilkada. (ilustrasi)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

"Sehingga para calon dipaksa dalam skema yang telah dipersiapkan parpol menengah dan besar," kata Aditya Perdana yang juga Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting.

PDIP: Pilkada Langsung Beri Pendidikan Politik kepada Masyarakat

Kedua, Koalisi Indonesia Maju (KIM) berharap penuh akan terciptanya bangunan yang ideal antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah yang sejalan. Maka konstruksi pencalonan Pilkada adalah titik krusial untuk mendorong harapan yang dimaksud.

Kalau KIM berhasil melakukan hal ini di beberapa daerah strategis, tentu program-program pusat yang dipersiapkan dan diimplementasikan akan mudah dijalankan

Ketiga, pilihan calon tunggal dalam pilkada tentu merupakan perspektif parpol dan calon akan memiliki ongkos yang lebih murah karena ruang kontestasi terbatas dan peluang kemenangan tinggi.

Ilustrasi-Pelaksaan Pilkada Serentak di Indonesia

Photo :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Keempat, skenario itu mengebiri partisipasi politik masyarakat dalam pencalonan ataupun malah membuat skeptis kepada masyarakat luas akan skema yang tidak jantan ini, calon tunggal berpotensi menang mutlak tanpa perlawanan yang keras, malahan mendorong gerakan publik yang bisa menguatkan posisi kotak kosong seperti cerita Pilkada Makassar tahun 2018.

"Jadi, skema kotak kosong atau bumbung kosong juga jangan dianggap sesuatu hal yang mudah dilakukan, malah berpotensi destruktif bagi kondisi politik yang sebenarnya sudah cukup baik ini," kata Aditya.

Kelima, elite partai nasional yang menjadi bagian dari skema ini perlu perhitungan yang sangat serius dan matang dengan pertimbangan-pertimbangan dampak yang akan terjadi di daerah apabila hal ini sukses dilakukan. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya