Di Forum IPU New York, Putu DPR Ingatkan Dana Perubahan Iklim 100 Miliar Dolar AS Harus Ditepati

President IPU Hon. Tulia Acson dan Wakil Ketua BKSAP DPR Putu Supadma Rudana.
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta - Delegasi DPR RI melalui Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) menyoroti isu perubahan iklim dalam forum ‘Parliamentary Forum at The UN High Level Political Forum on Sustainable Development’ di New York, Amerika Serikat. Ada beberapa isu yang disuarakan BKSAP DPR. 

Kejar Target 'Net Zero Emission'

Wakil Ketua BKSAP DPR, Putu Supadma Rudana menyampaikan agenda pihaknya dalam rangka mengikuti kegiatan high level political forum untuk membahas pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan 2030.

Menurut Putu, dari 17 tujuan global dalam pembangunan berkelanjutan atau SDGs, tahun ini agenda pertemuan bahas goal atau sasaran 16 yakni perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang kuat. Lalu, sasaran ke 13 terkait aksi menghadapi perubahan iklim. 

Dampak Buruk Perubahan Iklim bagi Lingkungan dan Manusia Makin Meningkat, Menurut WMO

Nah, dua isu ini jadi satu bahasan. Di mana setiap negara akan melaporkan hasil-hasil pencapaian SDGs memenuhi target agenda 2030,” kata Putu, dalam keterangannya, Rabu, 24 Juli 2024.

Putu dalam kesempatan itu mewakili DPR RI menyampaikan pandangan terkait perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang kuat. Legislator asal Bali itu menyerukan agar dunia ini tetap menganut sistem dalam menyelesaikan konfliknya dengan mengacu kepada sisi kemanusiaan, keadilan dan juga pada fokusnya perdamaian. 

WMO Mengungkap Bahaya Polusi Udara dan Perubahan Iklim yang Saling Memperburuk

Pun, dia menuturkan, DPR juga mendorong agar memperkuat lembaga parlemen untuk terus bisa menghasilkan regulasi atau legislasi yang komprehensif. Regulasi itu diharapkan bisa menangani berbagai persoalan terutama isu yang berhubungan dengan perdamaian. 

Chief Technical Advisor of UN-Water Federico Properzi bersama Wakil Ketua BKSAP DPR Putu Supadma Rudana

Photo :
  • Istimewa

Selanjutnya, Putu menyinggung isu aksi perubahan iklim. Dia mengingatkan adaptasi perubahan iklim harus betul-betul dilakukan secara maksimal. 

Dia bilang perlu disadari oleh semua, perubahan iklim sebagai isu nyata. Dengan demikian, diperlukan langkah mitigasi dan adaptasi.

“Isu perubahan iklim ini nyata dengan terjadinya berbagai bencana antara lain cuaca ekstrem, kekeringan, kebanjiran dan peningkatan suhu yang mengakibatkan gelombang panas yang berdampak gagalnya hasil pertanian sehingga ketahanan pangan berbagai negara terganggu,” jelas Putu.

Lebih lanjut, saat bahas isu perubahan iklim, Putu mewakili DPR melakukan intervensi terkait pentingnya mitigasi dan adaptasi. 

“Kita sampaikan minimal ada dua poin dalam adaptasi perubahan iklim. Bagaimana kita melakukan strategi komprehensif dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” lanjut Anggota Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk Pembangunan Berkelanjutan itu.

Kata Putu, poin kedua bisa memastikan pendanaan perubahan iklim itu agar secara komprehensif tersedia. Dia mengingatkan komitmen berbagai negara khususnya negara maju yang telah mendukung 100 miliar dolar AS setiap tahunnya. 

Putu mengkritisi komitmen itu belum dijalankan karena dana itu penting untuk men-support negara berkembang atau negara miskin dengan pembangunan yang masih terbatas.

"Tapi, sampai saat ini justru komitmen itu belum terwujud. Dan, kita tegaskan agar komitmen yang sudah dijanjikan itu harus segera ditepati,” kata Anggota DPR Fraksi Demokrat tersebut.

Lebih lanjut, dia mengatakan kebutuhan untuk pendanaan perubahan iklim yang didukung negara maju kepada negara berkembang terus meningkat dan perlu pendanaan yang besar. Isu itu sudah dibahas dalam forum Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 atau Konferensi Para Pihak UNFCCC (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab pada 30 November hingga 12 Desember 2023.

Dia menekankan, kebutuhan dana bukan lagi dalam nilai miliar dolar AS. Tapi, sudah mencapai triliun dolar AS. Dengan demikian, komitmen negara-negara kaya/maju harus segera direalisasikan.

“Komitmen negara maju pada 2020 untuk kontribusi pendanaan perubahan iklim dengan tujuan membantu negara berkembang dan least developed country untuk melakukan mitigasi serta adaptasi perubahan iklim tersebut ada. Tapi, pertanyaannya apakah terwujud?" ujar Putu. 

Putu menambahkan, negara berkembang mengalami tantangan karena dampak perubahan iklim nyata bagi mereka. Dia mencontohkan peristiwa cuaca ekstrem yang terjadi antara lain menyebabkan kebanjiran besar di Pakistan. Kemudian, kekeringan di berbagai belahan bumi bahkan gelombang panas berdampak ke lebih banyak negara di tahun-tahun terakhir ini. 

Dia menyebut peningkatan ketinggian air laut juga mengancam negara kepulauan. Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara-negara kecil di kawasan Pasifik juga berpotensi bakal terdampak.

Putu menegaskan semua negara harus mampu berikan prioritas anggaran untuk pencapaian agenda 2030 dalam strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

“Melalui high level political forum side event, kita ingin memastikan agar semua pihak berkontribusi maksimal. Dan, parlemen terus mendorong serta mengawasi pemerintah untuk pencapaian agenda 2030,” sebut Putu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya