Fenomena Parpol Calonkan Pelawak dan Artis di Pilkada, Rocky Gerung: Nasib Rakyat Dibuat Bercanda!
- Istimewa
VIVA – Fenomena dalam politik Indonesia menunjukkan tren partai politik ramai-ramai mencalonkan pelawak dan artis dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Langkah ini menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk pengamat politik terkemuka sekaligus intelektual Indonesia, Rocky Gerung.
Dikutip akun YouTube Rocky Gerung Official, ia menilai, strategi ini hanya akan merendahkan kualitas demokrasi dan membuat nasib rakyat menjadi bahan bercandaan.
"Ini bisa mengacaukan kehidupan kita. Demokrasi itu bukan sekadar siapa yang terpilih secara populer, tapi siapa yang terpilih secara intelektual," tegas Rocky.
Ia mengkritik keras partai-partai politik yang tidak mampu menghasilkan kader sendiri dan malah memilih mengandalkan artis untuk mendongkrak popularitas tanpa mempertimbangkan kapabilitas intelektual adalah langkah yang berbahaya bagi demokrasi.
Beberapa contoh dalam fenomena ini adalah Partai Gerindra yang resmi mengusung pelawak Marshel Widianto untuk maju menjadi Wakil Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) berpasangan dengan Riza Patria.
Selain itu, muncul usulan partai PKB mengusulkan Bobby Nasution yang dipasangkan dengan selebritis Nagita Slavina di Pilgub Sumatera Utara (Sumut), dan selebritis-selebritis lainnya.
"Jadi kelihatan bahwa partai itu tidak punya kader sehingga mesti outsource, bahkan menyewa artis untuk menaikkan popularitas calon dari partainya. Buat apa ada partai kalau nggak ada kader? Tugas dari partai adalah menghasilkan leader melalui kaderisasi. Kalau kaderisasi itu gagal, itu artinya ketidakmampuan dari pemimpin partai," Beber Rocky Gerung.
Kapasitas yang harus dimiliki pemimpin kepala daerah maupun DPR adalah mampu membuat kebijakan publik dan paling tidak Justice dan konsekuensi dari anggaran.
"Ketika mereka memilih orang-orang yang dianggap lucu atau populer menjadi kepala daerah, bahayanya adalah mereka akan dimanipulasi oleh yang punya pengetahuan. Public figure ini misalnya cuma disuruh tanda tangan daftar hadir, nggak berbuat apa-apa di parlemen," ungkap Rocky.
Rocky menyebut fenomena ini dengan sebutan Politainment, sehingga menurutnya selebritis maupun pelawak yang tidak punya kapabilitas intelektual harus sadar diri.
"Jadi, dari awal, teman-teman artis ini harus sadari bahwa mereka bersedia jadi endorser, tapi tidak duduk di kabinet atau parlemen dalam kapasitas sekarang karena kapasitas mereka bukan di situ. Jadi Kesadaran diri itu yang penting. Juga kesadaran dari pemimpin partai," lanjutnya.
Rocky juga membandingkan fenomena ini dengan situasi di Amerika Serikat, di mana tokoh-tokoh seperti Ronald Reagan dan Arnold Schwarzenegger berhasil menjadi pejabat publik yang sukses.
Namun, ia menekankan bahwa mereka masuk ke dunia politik melalui proses kaderisasi yang matang dalam partai mereka, berbeda dengan artis-artis di Indonesia yang tiba-tiba diusung tanpa persiapan yang memadai.