PDIP: Peran MPR Perlu Diperkuat Lewat Amandemen UUD 1945, Masa Cuma Urus Pelantikan Presiden
- Dokumentasi DPR RI
Jakarta - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah menilai peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI perlu diperkuat melalui amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945.
“Poin penting dalam amandemen UUD 1946 adalah menguatkan peran MPR. Sejak amandemen keempat UUD 1945, peran MPR menjadi gamang, hanya menjadi lembaga negara yang mengurus fungsi-fungsi formal kenegaraan seperti pelantikan Presiden,” kata Said dikutip pada Selasa, 2 Juli 2024.
Menurut dia, para pendiri bangsa sendiri mengakui bahwa konstitusi yang mereka rumuskan sebelumnya bukanlah harga final. Sehingga, butuh berbagai penyesuaian baru sejalan dengan kemajuan zaman. “Oleh sebab itu, membutuhkan adanya Undang-Undang Dasar yang lebih relevan,” tegas dia.
Maka dari itu, ia melihat perlunya MPR ditempatkan sebagai lembaga negara yang berwenang kembali menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
“Ketiadaan GBHN membuat pemerintahan lima tahunan sangat bergantung orientasi pembangunan dari presiden terpilih tiap lima tahun," ujar Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini.
Risikonya, kata dia, Presiden selanjutnya yang berbeda orientasi, maka bisa berpotensi mengganggu kelangsungan tahapan pembangunan jangka panjang.
Meskipun telah ada undang-undang (UU) yang mengatur rencana pembangunan jangka panjang, Said mengatakan kewenangan pengawasan hanya ada di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dengan meletakkan kembali GBHN dalam tata negara Indonesia, kata Said, maka akan menguatkan pengawasan berbasis bikameral, yakni DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"Selain itu, kedudukan politiknya juga akan lebih kuat sebab secara bersamaan ditetapkan kembali Ketetapan MPR (Tap MPR) sebagai hierarki hukum yang berada di atas UU," ujarnya.