Legislator PKS Geram Korupsi di Indofarma: BUMN Kesehatan Malah Bikin Negara 'Sakit'

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher
Sumber :
  • VIVA/Muhamad AR

VIVA – Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher merasa kesal dengan terjadinya penyalahgunaan wewenang keuangan di PT Indofarma (Persero) Tbk, yang membuat negara rugi sekitar Rp436,87 miliar.

Demokrat Sebut Penolakan PDIP Terhadap PPN 12% Hanya Politis

Netty menekankan, perusahaan pelat merah itu dibentuk untuk menyukseskan dan meningkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia. 

"Dengan adanya kasus ini bukannya membantu menyehatkan negara, justru malah membuatnya tambah sakit akibat tata kelola perusahaan yang buruk," kata Netty dalam keterangannya, Rabu, 26 Juni 2024. M

Rahasia Sukses Investasi: Due Diligence untuk Milenial dan Gen Z yang Visioner

Legislator PKS itu mempertanyakan kinerja komisaris di perusahaan BUMN tersebut yang semestinya bertugas mengawasi dan melaporkan persoalan internal sejak awal. 

"Kita serius nggak sih menangani kesehatan di Indonesia? Kenapa Indofarma bisa salah kelola? Bukankah negara punya komisaris di sana yang tugasnya mengawasi dan melaporkan? Kenapa salah kelola ini tidak terderteksi sejak dini?" tanya Netty.

Detik-detik Bos Perusahaan Game di Bekasi Aniaya Pegawai, Disemprot APAR hingga Dikeroyok sampai Babak Belur

rofil dan Kekayaan Dirut Indofarma Yeliandriani

Photo :

Apalagi, kata Netty, perusahaan Indofarma merugi sejak 2021. "Sulit dibayangkan jika perusahaan farmasi milik negara yang mana memiliki jaringan, lab, apotek dan lain-lain bisa rugi dan kalah saing. Apalagi tahun 2021 itu tahun yang masih lekat dengan COVID- 19 di mana kebutuhan akan produk kesehatan meningkat drastis," kata Legislator PKS tersebut.

Karena itu, Netty mendorong Kepolisian dan Kejaksaan untuk membongkar oknum yang bermain di Indofarma.

"Kalau perlu libatkan KPK. BUMN itu dibiayai oleh APBN, jangan biarkan uang keringat rakyat hanya dijadikan sarana memperkaya oknum tak bertanggung jawab," imbuhnya. 

Terlibat Pinjol hingga Korupsi

Sebelumnya, PT Bio Farma (Persero) sebagai induk dari Holding BUMN Farmasi mengungkapkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap anak usaha PT Indofarma, Tbk yakni PT Indofarma Global Medika yang terjerat pinjaman online atau pinjol sebesar Rp1,26 miliar.

"Pinjaman melalui fintech sebesar Rp1,26 miliar," ujar Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Shadiq Akasya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.

Temuan BPK terkait pinjaman online tersebut menyebutkan bahwa pinjaman melalui fintech itu bukan untuk kepentingan perusahaan dan berindikasi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp1,26 miliar.

Selain temuan BPK mengenai pinjaman online, Shadiq Akasya juga mengungkapkan sejumlah temuan BPK lainnya terhadap Indofarma dan anak usahanya Indofarma Global Medika berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan investigasi yang telah diserahkan BPK kepada Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.

"Kami sampaikan juga supaya ada keterbukaan dari kami juga bahwa temuan BPK telah ada. Kami sampaikan untuk transaksi Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG) terdapat indikasi kerugian Indofarma Global Medika sebesar Rp157,3 miliar," katanya.

Kemudian indikasi kerugian di Indofarma Global Medika atas penempatan dan pencairan deposito beserta bunga senilai kurang lebih Rp35 miliar atas nama pribadi pada Kopnus.

Temuan berikutnya yakni indikasi kerugian Indofarma Global Medika atas penggadaian deposito beserta bunga sebesar Rp38 miliar pada Bank Oke. Lalu indikasi kerugian Indofarma Global Medika sebesar Rp18 miliar atas pengembalian uang muka dari MMU tidak masuk ke rekening Indofarma Global Medika.

Temuan selanjutnya adalah indikasi pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa dasar transaksi yang berindikasi kerugian Indofarma Global Medika sekitar Rp24 miliar.

Temuan lainnya yakni kerja sama distribusi alat kesehatan (Alkes) TeleCTG dengan PT ZTI tanpa perencanaan memadai dan berindikasi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp4,50 miliar atas pembayaran melebihi nilai invoice dan berpotensi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp10,43 miliar atas stok TeleCTG yang tidak dapat terjual.

Kemudian usaha masker tanpa perencanaan yang memadai berindikasi fraud. Berindikasi kerugian sebesar Rp2,67 miliar atas penurunan nilai persediaan masker serta berpotensi kerugian senilai Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp13,11 miliar atas sisa persediaan masker.

Selanjutnya temuan lainnya dari BPK adalah pembelian dan penjualan Rapid Test Panbio Indofarma Global Medika tanpa perencanaan yang memadai berindikasi fraud dan berpotensi kerugian sebesar Rp56,70 miliar atas piutang macet PT Promedik.

Indofarma juga melaksanakan pembelian dan penjualan PCR Kit Covid-19 Tahun 2020/2021 tanpa perencanaan memadai berindikasi fraud serta berpotensi kerugian senilai Rp5,98 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp9,17 miliar atas tidak terjualnya PCR Kit Covid-19 yang kedaluearsa.

"Inilah yang disampaikan BPK, kami sampaikan kembali kepada bapak dan ibu sekalian," kata Shadiq Akasya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya