Pengamat: Revisi UU MD3 Pasti Sasar Posisi Kursi Ketua DPR
- vivanews/Andry
Jakarta - Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dinilai layak untuk direvisi. Salah satu alasannya, karena regulasi itu harus mengikuti perkembangan zaman atau dinamika politik.
Pengamat politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin mengatakan bahwa UU MD3 itu perlu dilakukan revisi karena nanti yang akan menguasai parlemen ialah Koalisi Indonesia Maju (KIM).
KIM, kata dia, adalah gabungan partai politik (parpol) yang mengusung dan mendukung Pemerintahan Presiden-Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada periode 2024-2029.
Ujang menilai jika ditambah PKB dan Partai Nasdem, koalisi Prabowo-Gibran artinya didukung 6 partai politik. Total kursi keenam partai ini yakni 417 dari 580 kursi DPR RI periode 2024-2029. Partai Golkar memiliki 102 kursi, Partai Gerindra ada 86 kursi, Partai Demokrat ada 44 kursi, PAN ada 48 kursi, PKB ada 68 kursi, Partai Nasdem ada 69 kursi atau setara 64,32 kursi parlemen.
"UU itu harus mengikuti juga perkembangan zaman, perkembangan dinamika politik yang ada. Nah, kalau saat ini mayoritas parlemen dikuasai oleh KIM, maka sejatinya soal perlu atau tidaknya (direvisi) tergantung KIM. Kalau memang diperlukan, ya direvisi," kata Ujang kepada wartawan Rabu, 12 Juni 2024.
Menurut dia, bila nantinya UU MD3 direvisi, yang akan diubah ialah terkait Pasal 427D Ayat (1) huruf b UU MD3 yang berbunyi, bahwa Ketua DPR adalah anggota DPR dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR.
"Direvisi, berarti kemungkinan besar PDIP atau Mba Puan akan kehilangan kursi Ketua DPR. Karena salah satu poin yang mungkin direvisi adalah terkait dengan posisi Ketua DPR. Yang tadinya jatahnya partai pemenang dan jumlah kursi terbesar di DPR, bisa jadi nanti diubah dengan cara pemilihan. Kalau pemilihan, tentu KIM yang akan menang, karena mayoritas di parlemen," ujarnya.