Pakar Khawatir Jika Presiden Kembali Dipilih MPR Bisa Melahirkan Pemimpin Tiran

Gedung MPR RI (VIVA.co.id)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini menilai pemerintah harus memiliki argumen yang kuat jika wacana usulan pemilihan presiden (pilpres) kembali dipilih oleh MPR RI.  Sebab, perubahan sistem Pemilu yang awalnya diwakili oleh MPR menjadi dipilih langsung oleh masyarakat se-Indonesia karena perubahan sosial.

Pilpres 2024 Dinilai Mulai Geser Demokrasi RI Jadi Otokrasi Elektoral yang Mengkhawatirkan

"Apa argumennya? Reformasi 25 tahun yang lalu mengubah demokrasi menjadi sistem pemilihan langsung yang mengagetkan seluruh rakyat Indonesia karena banyak ekses negatif politik uang, konflik dan partai-partai yang seolah tidak siap menghadapi sistem seperti ini," kata Didik dalam keterangannya, Sabtu, 8 Juni 2024.

Di sisi lain, Didik menilai sistem demokrasi Indonesia sekarang juga sudah semrawut. Banyak terjadinya politik uang dan sistem yang buruk. Kendati demikian, tingkat literasi rakyat sudah sangat tinggi, yakni mencapai 97 persen.

Blak-blakan, Presiden Cile Sebut Netanyahu Penjahat Perang

"Kondisi ini menjadi argumen untuk tidak kembali ke belakang karena alasan sangat liberal dan perilaku politik uang para politisi sudah semakin menggila," kata dia.

Menurutnya, jika pada praktiknya sistem politik yang berjalan saat ini banyak pelanggaran dan kesemerawutan, tapi bukan berarti infrastrukturnya yang dibongkar dan diganti lain, atau kembali ke wacana awal presiden dipilih MPR RI. 

Sibuk Politik, 2024 Jadi Tahun yang Penuh Guncangan bagi Krisdayanti

"Sistem baru yang menggantikan bisa jadi menjadi lebih buruk dan menghasilkan pemimpin tiran karena bisa mengendalikan lebih mudah para anggota DPR dan MPR yang memilih presiden. Pada saat ini pun presiden dapat dengan mudah mengendalikan pada anggota DPR melalui hanya beberapa pemimpin partainya," ujarnya

Maka itu, Didik mengatakan pemerintah harus memiliki argumen kuat jika ingin mengembalikan demokrasi seperti dulu. Ia menyarankan agar pemerintah memiliki aturan yang tegas dalam menegakkan demokrasi sehingga segala bentuk kecurangan politik tak terjadi.

"Namun demikian, memotong sistem pemilihan langsung tidak bisa dilakukan begitu saja karena kita menghadapi kendala-kendala dan ekses negatif yang cukup meluas," kata Didik.

"Justru usaha yang harus kita lakukan memperbaiki dua hal mendasar, yakni sistem dan aturan main yang baik dan tegas dan mengubah perilaku politisi dan rakyat yang memilihnya, terutama politik uang yang menjadi penyakit akut dari demokrasi ini," imbuhnya. 

Ketua MPR periode 1999-2004 Amien Rais sebelumnya meminta maaf karena pernah melakukan amandemen UUD 1945 untuk mengubah sistem pemilihan presiden dari sebelumnya oleh MPR menjadi dipilih oleh rakyat. Amien mengaku saat itu dirinya terlalu naif karena melihat politik uang tidak akan terjadi jika rakyat memilih langsung presidennya.

"Jadi, mengapa dulu saya selaku ketua MPR itu, melucuti kekuasaannya sebagai lembaga tertinggi yang memilih presiden, dan wakil presiden, itu karena penghitungan kami dulu perhitungannya agak naif. Sekarang saya minta maaf," kata Amien Rais di Kompleks Parlemen, Jakarta.

"Sekarang saya minta maaf. Jadi dulu, itu kita mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih, mana mungkin. Perlu puluhan, mungkin, ratusan triliun. Ternyata mungkin. Nah, itu," sambungnya. 

Amien pun setuju jika UUD 1945 kembali di amendemen untuk mengubah aturan pilpres. 

"Itu (politik menyogok) luar biasa. Jadi sekarang kalau mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak?" ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya