Isu Presiden Dipilih Lagi oleh MPR, Demokrat: Bagi Kami Itu Penyimpangan
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta - Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra menilai isu usulan pemilihan presiden (pilpres) kembali dipilih oleh MPR RI merupakan penyimpangan. Pasalnya, demokrasi akan mengalami kemunduran jika Presiden dipilih lagi oleh MPR RI.
"Itu namanya kemunduran, kita hari ini telah punya demokrasi yang bergerak maju yaitu yang dipilih langsung oleh rakyat, mengapa kemudian kita malah mundur, kan demokrasi kita hari ini yang dipilih langsung oleh rakyat ya. Ini merupakan koreksi atas apa, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di era-era sebelumnya," kata Herzaky kepada wartawan di Jakarta Selatan, Jumat, 7 Juni 2024.
"Sehingga bagi kami, kalau kita kembalikan ke MPR, ini namanya penyimpangan," sambungnya.
Di sisi lain, ia menilai Pemilu 2024 berjalan dengan lancar, aman dan nyaman. Herzaky menyebut sinergi antara Presiden Terpilih 2024, Prabowo Subianto dan Presiden RI Jokowi untuk mencapai Indonesia Emas 2045 sudah sangat baik.
"Selesai Pemilu sudah aman, nyaman, tenang dan kita juga lihat bagaimana Pak Prabowo hari ini dan Pak Jokowi bersinergi bagaimana pembangunan kedepannya akan bisa lebih baik gitu loh semangatnya. Kita ingin mencapai Indonesia emas 2045, bagaimana pembangunan yang sudah baik hari ini, kita bisa akselerasi apa yang kurang kita perbaiki, kan gitu," katanya.
Ia pun mengaku heran lantaran isu tersebut muncul saat Pemilu 2024 telah usai. Herzaky meminta kepada seluruh pihak untuk menerima hasil Pemilu dengan lapang dada.
"Tetapi kemudian malah berbicara mengenai sistem negara gitu, ada apa ini gerangan. Maksud kami kalau misalnya berbeda pandangan, atau memang tidak apa ya, enak enggak juga ngomongnya gitu ya. Marilah kita berjiwa satria, bersiap menerima kekalahan begitu," ujar dia.
Herzaky mengatakan demokrasi di Indonesia semakin matang, sehingga memang perlu adanya perbaikan-perbaikan, salah satunya dalam perkembangan informasi dan teknologi.
"Bagaimana perkembangan teknologi ini, termasuk media sosial ini arus informasi yang begitu derasnya tetap ini kebebasan masyarakat untuk tetap terjaga, tetapi bagaimana kebebasan kita tak bisa bertanggungjawab, kita bisa meminimalisir yang namanya hoaks, fitnah, bagaimana kita ke depan memilih pemimpin itu benar-benar melalui informasi yang utuh dan berimbang gitu, bukan informasi yang tidak berimbang," tuturnya.
Ketua MPR periode 1999-2004 Amien Rais sebelumnya meminta maaf karena pernah melakukan amandemen UUD 1945 untuk mengubah sistem pemilihan presiden dari sebelumnya oleh MPR menjadi dipilih oleh rakyat. Amien mengaku saat itu dirinya terlalu naif karena melihat politik uang tidak akan terjadi jika rakyat memilih langsung presidennya.
"Jadi, mengapa dulu saya selaku ketua MPR itu, melucuti kekuasaannya sebagai lembaga tertinggi yang memilih presiden, dan wakil presiden, itu karena penghitungan kami dulu perhitungannya agak naif. Sekarang saya minta maaf," kata Amien Rais di Kompleks Parlemen, Jakarta.
"Sekarang saya minta maaf. Jadi dulu, itu kita mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih, mana mungkin. Perlu puluhan, mungkin, ratusan triliun. Ternyata mungkin. Nah, itu," sambungnya.Â
Amien pun setuju jika UUD 1945 kembali di amendemen untuk mengubah aturan pilpres.Â
"Itu (politik menyogok) luar biasa. Jadi sekarang kalau mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak?" ujarnya.