Perkembangan Demokrasi RI yang Mengarah Plutokrasi Dikritik

Pemungutan suara atau pencoblosan di pemilu. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta - Kepemimpinan nasional dalam perkembangan demokrasi di Tanah Air jadi sorotan karena perlunya modal besar untuk maju saat pemilu. Hal itu dikaitkan dengan mekanisme penjaringan bakal calon kepala daerah yang dihelat partai politik jelang Pilkada 2024.

Timses Pram-Doel: Kami Merasakan TNI-Polri Menjaga Netralitas dalam Pilkada Jakarta

Demikian jadi perhatian Ketua Umum Gerakan Nasionalis Perjuangan Nusantara Garis Puan Ali Nugroho, disela persiapan kongres Garis Puan dengan tema 'Bulatkan Tekad Kepalkan Kebenaran' di Jakarta.

Ali mengingatkan penjaringan bakal calon kepala daerah yang dihelat parpol mesti bisa berikan peluang kepada anak bangsa jadi pemimpin baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dia menyinggung sudah jadi rahasia umum bahwa untuk maju dibutuhkan modal besar dan jaringan politik.

Cak Imin Sebut Presiden Prabowo Ingin Penyelenggaraan Pilkada Dievaluasi Tuntas

Namun, ia berharap hal itu tak menyurutkan semangat kalangan yang tak berpunya dan kecil untuk maju ikut meramaikan bursa pemimpin daerah.

"Kudu maju. Meski sudah rahasia umum menjadi pemimpin dibutuhkan modal besar dan jaringan, jangan sampai yang jadi pemimpin hanya satu kalangan. Terabas bung," kata Ali, dalam keterangannya dikutip pada Jumat, 7 Juni 2024.

Narasi 2 Putaran Dinilai Bisa Ganggu Kondusifitas Jakarta

Dia bilang saat ini masih ada PDIP yang dikenal sebagai partai wong cilik. Bagi Ali, parpol yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu memberikan peluang dengan sistem meritokrasinya. "Artinya kalo merasa pantas menjadi pemimpin boleh maju," ujarnya.

Ilustrasi Pemilu 2024.

Photo :
  • VIVA

Menurut Ali, sistem kepemimpinan nasional mesti di kritik sedalam-dalamnya atas perkembangan demokrasi prosedural elektoral yang mengarah plutokrasi.

Dia menyoroti demikian karena itu jadi keprihatinan seluruh elemen bangsa. Ia merasa heran karena saat ini sepertinya pemimpin hanya dari orang yang berduit. "Ini plutokrasi namanya, koruptor bisa tumbuh subur," ujarnya.

Ali pun membandingkan era demokrasi masa lampau 2600-an yang dimulai dari Athena, Yunani.

"Sistemnya dengan aristokrasi bahwa yang jadi pemimpin semua kalangan yang status sosialnya tinggi. Artinya, bangsawan, cendikiawan, raja dan lain-lain. Harusnya zaman ini, semua kalangan tanpa memandang status sosial bisa menjadi pemimpin," tutur Ali.

Lebih lanjut, dia menaruh harapan agar bukan hanya PDIP. Tapi, semua partai bisa peduli atas perkembangan demokrasi dengan memberikan kesempatan kepada semua anak bangsa untuk jadi pemimpin.

Sementara, Bendahara Umum Garis Puan Rhohman Sagita, menambahkan sebagai anak bangsa, sudah sepatutnya bangga atas tanah leluhurnya. Kata dia, jangan sampai tercerabut hanya karena sudah lama merantau lalu menetap pada suatu wilayah.

"Kalau ada bangsa lain datang ke negeri lain membanggakan leluhurnya, malah sampai dihormati dan dihargai bak dewa. Mengapa kita juga tidak berlaku demikian, kembali dan membanggakan tanah leluhur sendiri," ujar Rhohman.

Menurutnya, siapapun bisa mencalonkan diri jadi kepala daerah. Hal itu di manapun di wilayah Republik Indonesia terutama kembali ke tanah leluhurnya. Upaya itu untuk mulai menanamkan nilai-nilai founding father  sebagai lehuhurnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya