Dulu Setuju, Hasto Ungkap Alasan PDIP Sekarang Tolak UU Tapera

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Sekolah PDIP, Jakarta Selatan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zendy Pradana

Jakarta – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto menjelaskan alasan pihaknya kini menolak aturan tabungan perumahan rakyat (Tapera). Ia menilai implementasi undang-undang harus melihat konteks yang terjadi di masyarakat

Terutama, kata dia, masyarakat dan pemerintah baru pulih dari pandemi Covid-19 dan pesta demokrasi yang menguras anggaran, tetapi sudah dibebankan dengan kewajiban mengikuti Tapera.

Pihak Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menjelaskan mengenai polemik Iuran Tepera untuk para pekerja.

Photo :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Padahal, PDIP termasuk salah satu partai politik yang setuju dengan pengesahan UU Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tapera. Bahkan, saat itu, ketua Pansus Tapera DPR adalah politikus PDIP, yakni Yoseph Umar Hadi.

"Ya, undang-undang harus melihat konteks ketika diimplementasikan. Jadi, melihat bagaimana kondisi rakyat dan hal-hal yang bersifat wajib, itu juga melihat bagaimana kondisi pemerintahannya. Kita kan baru pemulihan ini setelah pemilu dana terkuras dan bansos melonjak habis-habisan, ya dalam situasi itu recovery dulu dong," ujar Hasto di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis, 6 Juni 2024.

Hasto menerangkan, penerapan ketentuan undang-undang harus bisa menjadi solusi bagi persoalan masyarakat. Maka itu, pemerintah perlu mendengarkan aspirasi masyarakat sebelum menerapkan aturan tersebut. Apalagi jika ada perubahan ketentuan dari Tapera yang bersifat sukarela menjadi wajib bagi semua pekerja.

"Termasuk kemampuan ekonomi rakyat yang belum pulih sehingga hal itulah yang dikritisi oleh PDI Perjuangan. Undang-undang selalu melihat konteks dan sebelum diimplementasikan kita harus melihat bagaimana kondisi rakyat, bagaimana aspirasi rakyat apalagi ada kecenderungan itu autocrazy legalism," jelasnya.

Di sisi lain, Hasto berharap ketentuan Tapera ini tidak menjadi aturan yang kontraproduktif karena membebani masyarakat. Pasalnya, lanjut dia, selain kepastian, aspek penting dari hukum adalah keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.

"Jadi jangan sampai kontradiktif, negara mau memungut sesuatu dari rakyat. Tapi pada saat yang lain tambang dibagi-bagi, dan ada persoalan terkait keadilan di situ. Ini yang menciptakan kontradiktif, padahal seharusnya seluruh sumber kekayaan alam kita dipakai sebesar-besarnya untuk rakyat Indonesia, siapa rakyat Indonesia? Ya lebih dari 270 juta itu rakyat Indonesia," kata dia.

Pengamat Ingatkan Pemerintah Harus Antisipasi Penyebaran Paham Khilafah saat Pilkada

Konferensi pers Tapera di kantor BP Tapera di Jakarta, Rabu

Photo :
  • Antara

Hasto mendorong pemerintah dan DPR mendengarkan aspirasi masyarakat di mana saat ini umumnya masyarakat menolak Tapera. Menurut dia, tidak salah jika pemerintah dan DPR merevisi dan memperbaiki peraturan perundang-undangan yang tidak sempurna demi kepentingan masyarakat.

Profil 5 Dewas KPK Periode 2024-2029, Ada Eks Jenderal Polisi hingga Mertua Komika Kiky Saputri

"Proses pembuatan undang-undang ada yang tidak sempurna, sehingga enggak ada salahnya pemerintah dan DPR yang berasal dari rakyat mendengarkan suara rakyat, suara rakyat saat ini adalah menolak itu. Ya partai menyatukan diri dengan suara rakyat," pungkasnya.

Diketahui, Polemik Tapera muncul setelah Presiden Jokowi meneken PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera. 

5 Pimpinan Terpilih, IM57 Institute: Tak Ada Komitmen DPR Kembalikan Reformasi KPK

Beleid tersebut mengatur tentang kewajiban pemotongan gaji pekerja sebesar 3 persen. Kebijakan tersebut lantas menuai penolakan dari kalangan buruh hingga pelaku usaha.

Kompleks Gedung MPR DPR dan DPD

Anggota DPR Minta Kapolri Tak Beri Ruang ke Oknum Polisi Pembeking Pelaku Kejahatan

Citra Polri sebagai pelindung dan pengayom masyarakat jangan sampai dirusak oleh oknum-oknum polisi nakal.

img_title
VIVA.co.id
24 November 2024