Jelang Pilkada 2024, Isu Pembangunan Inklusif jadi Perhatian Para Bacagub 3 Provinsi Ini

Ilustrasi Pemilu 2024.
Sumber :
  • VIVA

Jakarta - Agenda pembangunan inklusif untuk memastikan semua elemen masyarakat termasuk kelompok marginal agar bisa terlindungi jadi perhatian jelang perhelatan Pilkada 2024. Setidaknya figur potensial bakal calon gubernur atau bacagub di tiga provinsi ikut menyoroti isu tersebut.

KPU: Idealnya Kepala Daerah Dilantik Setelah 13 Maret 2025

Hal itu jadi bahasan dalam dialog kebijakan di Provinsi Aceh, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan yang diinisiasi Koalisi Aliansi Masyarakat Sipil untuk Transparasi, Inklusi, dan Demokrasi (Aspirasi) yang terdiri dari SETARA Institute, hingga Perludem.

Dalam forum dialog itu, turut mengundang bacagub, tokoh potensial yang maju di Pilkada 2024, dan beberapa figur di daerah. Di Aceh, dialog publik tersebut dihadiri bacagub dari Partai Aceh, Muzakir Manaf dengan diwakili Nurzahri selaku juru bicara Partai Aceh. Selain itu, hadir juga politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) M. Nasir Jamil.

Setuju dengan Prabowo Pilkada Lewat DPRD: Saatnya Dievaluasi secara Menyeluruh

Adapun di Jawa Barat, hadir Wali Kota Bogor dua periode, Bima Arya. Politikus PAN itu digadang-gadang maju sebagai bacagub Jabar. Lalu, di Sulawesi Selatan, dialog dihadiri eks Wali Kota Makassar Samsul Rizal yang saat ini jabat sebagai anggota DPR RI terpilih periode 2024-2029.

Pemungutan suara atau pencoblosan di pemilu. (Foto ilustrasi).

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa
PDIP: Pilkada Langsung Beri Pendidikan Politik kepada Masyarakat

Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute, Sayyidatul Insiyah menyampaikan ekosistem toleransi dan inklusi di setiap provinsi, kabupaten/kota adalah penyangga utama pembangunan inklusif. Kata dia, dengan pembangunan inklusif bisa memastikan semua kelompok masyarakat, terutama kelompok marjinal terlindungi.

"Tidak ada yang tertinggal dalam proses dan penikmat pembangunan. No one is left behind," kata Sayyidatul, dalam keterangannya, Jumat, 31 Mei 2024.

Dia bilang untuk menumbuhkan ekosistem toleransi dan inklusi, diperlukan tiga jenis kepemimpinan yang saling bersinergi yakni kepemimpinan politik (political leadership), kepemimpinan birokrasi (bureaucratic leadership) dan kepemimpinan sosial (societal leadership). Menurutnya, tiga jenis kepemimpinan itu mesti bekerja dengan software tata kelola pemerintahan yang inklusif.

Menurut dia, langkah awal membangun tata kelola pemerintahan inklusif bisa diawali dengan komitmen calon pemimpin politik. Hal itu didukung dengan birokrasi dalam perencanaan pembangunan melalui pembentukan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) inklusif dan aktivasi optimum elemen-elemen sosial serta masyarakat sipil.

Lebih lanjut, merujuk berbagai hasil riset SETARA Institute, dia mengatakan masih minimnya upaya perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak kelompok marjinal. Ia bilang demikian karena ada berbagai produk hukum serta tindakan yang diskriminatif terhadap kelompok marjinal terutama minoritas SARA, ragam gender dan orientasi seksual, masyarakat adat, disabilitas, hingga perempuan.

"Menunjukkan bahwa agenda dan kebutuhan kelompok marjinal ini masih belum diketengahkan sebagai isu bersama dalam agenda pembangunan," jelas Sayyidatul.

Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan menuturkan lebih dari 150 pemimpin dan/atau perwakilan organisasi masyarakat sipil hadir dalam dialog kebijakan pada 29-30 Mei 2024 di Aceh, Bandung, dan Makassar. Dia menyampaikan dalam forum itu ada aspirasi perlindungan dan pemajuan hak-hak asasi manusia, terutama pada kelompok marjinal.

Dia menyebut dari pemetaan masalah dan pendalaman isu berbagai varian kelompok marjinal, ada beberapa hal untuk dapat ditindaklanjuti bersama. Salah satu di antaranya seperti mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas ruang-ruang dialog yang konstruktif antara kelompok marjinal dan pemerintah.

"Melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dalam pembahasan agenda-agenda pembangunan daerah terutama dalam momen penyusunan RPJMD 2025-2029 yang tahapannya telah dimulai di masing-masing daerah," ujar Halili.

Selain itu, dia menekankan perlunya mengintensifkan komunikasi dengan aktor-aktor politik untuk menyalurkan aspirasi kelompok marjinal. Kemudian, perkuat sinergi dan kolaborasi seluruh elemen masyarakat sipil serta media dalam mengamplifikasi aspirasi.

"Melakukan reformulasi kebijakan di tingkat regional untuk meningkatkan kepekaan serta perlindungan terhadap kepentingan kelompok marjinal," kata Halili.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya