Mahfud MD: Kalau Kementerian Ditambah Lagi, Area Korupsi Makin Bertambah

Mantan menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan Mahfud MD
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta - Pakar hukum tata negara, Mahfud MD menilai kesempatan korupsi akan semakin bertambah seiring bertambahnya jumlah kementerian-kementerian di Indonesia. Mahfud mengingatkan karena saat ini dengan jumlah 34 kementerian, hampir tak ada kementerian yang tidak memiliki kasus korupsi.

Menag Nasaruddin Umar, Hasto hingga Mahfud MD Hadiri HUT Hanura di Ancol

"Hampir semua kementerian itu punya kasus korupsi. Sehingga kalau ditambah lagi, bertambah lagi area korupsi karena kementerian itu ada anggarannya, ada pejabatnya," ujar Mahfud dalam podcast Terus Terang yang ditayangkan di kanal YouTube Mahfud MD Official, dikutip pada Rabu, 22 Mei 2024.

Mahfud menilai, kehadiran inspektorat jenderal atau irjen di kementerian-kementerian selama ini terbukti tidak memberikan dampak berarti mencegah korupsi. Tidak terkecuali, lembaga-lembaga yang disebut Badan Pengawas Keuangan (BPK) sudah Wajar Tanpa Pengecualian.

Harvey Moeis Minta Hakim Kembalikan Aset Sandra Dewi yang Disita Kasus Korupsi Timah

"Itu lembaga-lembaga yang kata BPK sudah WTP, itu justru korupsinya di lembaga-lembaga WTP itu, pemberi WTP-pun sekarang masuk," lanjut eks Menko Polhukam tersebut.

Cawapres nomor urut tiga Mahfud MD

Photo :
  • Istimewa
Prabowo Mau Maafkan Koruptor jika Kembalikan Uang Negara, Yusril Beri Penjelasan Hukumnya

Maka itu, ia merasa, wajar jika masyarakat sipil mulai banyak menyuarakan penolakan terhadap penambahan jumlah kementerian jadi 40. Pun, dengan usulan revisi UU Kementerian Negara.

Namun, Mahfud berpendapat, mungkin hari ini masyarakat sudah tak bisa berbuat karena sepertinya revisi sudah disetujui.

"Tapi, ini dicatat saja bahwa area korupsi akan semakin banyak karena hampir tidak ada kementerian yang tidak ada korupsinya," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 itu.

Dia menilai, momentum revisi UU Kementerian Negara turut memancing kecurigaan hanya untuk bagi-bagi kue politik sesuai pemenangan kontestasi politik. Apalagi, kata dia, ada sejumlah kementerian yang sebenarnya malah bisa dijadikan satu.

Mahfud menyoroti saat belum ada UU Kementerian Negara era zaman Presiden Soeharto, ada kementerian-kementerian yang digabung dalam rangka efisiensi. Sesudah reformasi, Mahfud menerangkan, memang mulai terbuka kecenderungan untuk membuat kementerian-kementerian baru.

Selain itu, menurut dia, Presiden RI ke-2 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pernah pula membubarkan Kementerian Sosial maupun Kementerian Penerangan (dulu disebut Departemen Sosial dan Departemen Penerangan). Setelah itu, timbul pemikiran agar kementerian tak mudah dimekarkan atau dibubarkan, sehingga dibuat Undang-Undang (UU).

UU Dibuat sesudah dianalisis panjang. Hasilnya, ada menteri yang tetap dengan nomenklatur, ada menteri yang disebut hanya substansinya. Lalu, nama kementerian terserah Presiden, ada menteri yang dibentuk boleh dan tidak dibentuk boleh seperti kemenko, tapi dari keseluruhan itu jumlahnya 34.

"Itu sudah dimaksimalkan. Sekarang, mau jadi 40, saya khawatir nanti Pemilu 2029 karena dukungan juga sudah semakin bervariasi dan semuanya merasa berperan tambah lagi menterinya jadi 45, besok jadi 50 dan seterusnya, tinggal mengubah Undang-Undang," ujar Mahfud yang juga eks cawapres tersebut.

Selama ini, ia menekankan, banyak persoalan agraria yang tidak bisa diselesaikan karena masing-masing menteri punya peraturan sendiri. Padahal, Mahfud menilai, lebih mudah jika kementerian-kementerian itu dijadikan satu, diperkuat dirjennya, sehingga lebih mudah mengambil keputusan.

"Dalam ilmu agraria itu ada teori, dulu pernah dikembangkan di tahun 80an saat kita ramai-ramai mengalami soal hukum agraria," lanjut Mahfud.

"Agraria itu mencakup tanah benda-benda di bawah tanah, air dan tanah yang ada di bawah air serta udara yang ada di atasnya, itu bisa diatur dalam satu kelompok pengaduan, sekarang dipisah pisah banyak sekali," kata Mahfud.

 

Mahfud MD

Mahfud MD Tegaskan Hukum Indonesia Tak Kenal Pengampunan Koruptor

Menurut hukum, menurut hukum yang berlaku sekarang itu tidak boleh. Siapa yang membolehkan itu, bisa terkena pasal 55.

img_title
VIVA.co.id
22 Desember 2024