DPR Kritik Pernyataan Anak Buah Nadiem yang Sebut Kuliah Kebutuhan Tersier
- ANTARA
Jakarta – Anggota Komisi X DPR RI Nuroji mengkritisi pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek Tjitjik Sri Tjahjandarie yang menyebut kuliah merupakan kebutuhan tersier. Nuroji meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim mengevaluasi kinerja anak buahnya tersebut.
"Yang pertama tentu saja saya sampaikan sangat tidak setuju bahwa pendidikan tinggi itu dianggap urusan tersier apalagi menyampaikan adalah pejabat dari kementerian Dikti ini saya kira sangat kurang mendidik bagi masyarakat," kata Nuroji dalam rapat kerja dengan Kemendikbud di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2024.
Politikus Partai Gerindra itu mengatakan pernyataan tersebut seolah-olah menempuh pendidikan tinggi hanya untuk orang yang mampu.
"Seolah-olah kuliah itu tidak penting bagaimana bisa ini disampaikan kepada masyarakat sampai dipublikasikan ini. Saya rasa perlu dikoreksi saya melihat yang menyatakan tidak hadir ini kenapa ini?" ujarnya.
Dia menambahkan, dalam Undang-Undang saja telah mengatur kalau pendidikan itu harus mendapatkan alokasi sebesar 20 persen. Karena itu, seluruh warga berhak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
"Kita tau ada undang-undang dasar kita menegaskan bahwa negara wajib tentang pendidikan bahkan (APBN) memberikan mandatory spending 20 persen. Ini sebetulnya kita perjuangkan supaya SDM kita masyarakat kita lebih banyak lagi yang bisa dibiayai oleh negara untuk perguruan tingginya," kata Nuroji.
Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Tjitjik Srie Tjahjandarie juga membantah jika perguruan tinggi negeri melakukan komersialisasi UKT.
Pihaknya menjelaskan bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) menurutnya belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan penyelenggaraan pendidikan. Sehingga masyarakat masih harus membayar sejumlah biaya.
Selain itu, dia juga mengatakan biaya UKT tetap mempertimbangkan seluruh kelompok masyarakat dan tetap mengikuti panduan yang berlaku.
“Sebenarnya ini tanggungan biaya yang harus dipenuhi agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu, tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar," kata Tjitjik beberapa waktu lalu.