Dukung Jokowi Jadi Penasihat Prabowo, Ini Alasan Maruarar Sirait
- Vico - Biro Pers Sekretariat Presiden
Jakarta – Politikus Partai Gerindra, Maruarar Sirait atau Ara menilai positif jika Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menjadi penasihat untuk Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto dalam menjalankan pemerintahannya ke depan.
Menurut Ara, Jokowi memiliki pengalaman dan jaringan yang baik selama dua periode memimpin Indonesia. Sehingga, ia menilai tepat jika Jokowi menjadi penasihat untuk Prabowo.
"Hubungan beliau (Jokowi) dengan Pak Prabowo sebagai presiden terpilih sangat baik, sangat dalam. Menurut saya, itu akan bagus kalau beliau bisa menjadi penasihat ya, penasihat dalam proses pemerintahan ke depan," kata Ara kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu, 19 Mei 2024.
"Tentu pengalaman beliau, jaringan beliau, wisdom beliau akan sangat bermanfaat," sambungnya.
Ara kemudian menyinggung soal Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang sempat dibubarkan. Menurutnya, DPA perlu dibentuk kembali dan diisi para tokoh-tokoh nasional dengan pemikiran-pemikiran yang baik.
"Bentuknya seperti apa? Kalau saya yang paling cocok, saya usulkan, dulu ada DPA, Dewan Pertimbangan Agung itu bisa dibentuk lagi, (diisi) oleh tokoh-tokoh nasional yang punya wisdom baik. Saya pikir itu bagus," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dimungkinkan untuk jadi penasihat Presiden RI terpilih Prabowo Subianto melalui pengaktifan kembali lembaga Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra, Ahmad Muzani mengatakan, saat ini semua kelembagaan tengah dikaji.
Muzani menekankan, ada beberapa lembaga yang mungkin sedang diperkuat. Namun, ada beberapa kelembagaan yang sudah dipelajari untuk digabungkan dengan kementerian yang ada, atau dilebur, atau malah dilikuidasi.
"Ya, beberapa lembaga sedang dalam kajian-kajian termasuk dewan pertimbangan presiden," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu, 12 Mei 2024.
Diketahui, DPA dibentuk berdasarkan pada pasal 16 UUD 1945. Namun, DPA dihapus melalui amandemen pada 2003 karena lembaga ini dianggap kurang efektif.
Sebagai gantinya, konstitusi melalui pasal 16 memberikan kewenangan kepada presiden untuk membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang.
Kemudian, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Jokowi dibentuklah Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres). Wantimpres awal dibentuk pada April 2007 atau saatera pemerintahan SBY.