Hamdan Zoelva Soroti Revisi UU MK: Ancaman Sangat Serius terhadap Negara Hukum

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva.
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2013-2015, Hamdan Zoelva menyindir revisi UU MK yang dibahas diam-diam oleh pemerintah dan DPR. Bagi dia, revisi diam-diam itu merupakan ancaman serius terhadap eksistensi negara hukum itu sendiri.

MK Korsel Perintahkan Presiden Yoon Serahkan Dekrit Darurat Militer

"Bagi saya ini adalah ancaman sangat serius terhadap negara hukum karena salah satu fondasi pokok dari negara hukum adalah independensi dari lembaga peradilan," kata Hamdan dalam webinar yang digelar PSHK, Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Kamis, 16 Mei 2024.

Menurut dia, jika lembaga peradilan sudah kehilangan independensinya, maka tamatlah riwayat negara hukum itu.

Cagub Papua Matius Fakhiri Gugat Hasil Pilgub Papua ke MK: Menjalankan Konstitusi

Hamdan mengatakan konflik antara negara hukum yang demokratis dengan negara berdasar kekuasaan selalu terjadi ketegangan. Hal itu menurutnya bukan cuma di Indonesia.

Kata dia, ancaman ke fondasi negara hukum itu pintu masuknya rata-rata terkait rekrutmen masa jabatan hakim.

Anak Bos Toko Roti yang Aniaya Karyawati Ditangkap Polisi, Warganet: Katanya Kebal Hukum

Ilustrasi logo Mahkamah Konstitusi.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Ia pun mengingatkan pembahasan Undang-Undang Dasar dulu yang menyebutkan secara limitatif dan rinci kewenangan MK demi menghindari diganggu oleh kekuasaan pembentuk UU. Maka itu, masa jabatan dan pengawasan jadi pintu lain untuk mengganggu.

"Dua aspek ini yang menunjukkan perubahan perubahan UU MK ini terkait dua sisi ini, yaitu masalah masa jabatan dan pengawasan hakim ini yang sejak awal inilah kalau kita review UU dan perubahan UU selanjutnya dari UU  24/2003 terkait dua sisi itu," jelas Hamdan.

Hamdan menyingung mulai perubahan pertama 2011, perubahan kedua dengan Perppu 1 2013 UU Nomor 4/2014. Lalu, perubahan ketiga 2020, termasuk rancangan perubahan yang sekarang. Ia melihat, pokok-pokok semua itu tetap terkait masa jabatan dan pengawasan.

Kemudian, Hamdan memprediksi akan terjadi kembali perdebatan antara supremasi konstitusi dan supremasi hukum dengan kekuasaan politik. Dari sisi substansinya, ia melihat, UU ini bentuk langsung dan akan sangat mengganggu independensi hakim konstitusi.

Antara lain ada pengaturan masa jabatan 10 tahun. Kemudian, 10 tahun itu dibagi dua, yang mana, lima tahun kedua masa jabatan harus dengan persetujuan dari lembaga-lembaga pengusung seperti dari DPR RI, Presiden RI atau Mahkamah Agung (MA).

"Ini menunjukkan bahwa posisi hakim konstitusi menjadi sangat tergantung kepada lembaga pengusung, terutama untuk masa jabatan periode melanjutkan periode lima tahun selanjutnya," kata Hamdan.

Ia menilai, ketentuan ini memberi ruang sangat besar terganggunya independensi hakim. Setidaknya, ada dua hakim terancam diberhentikan yaitu Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih, yang kebetulan pemberi dissenting opinion di sengketa Pilpres 2024.

Kemudian, ada hakim konstitusi yang sudah 10 tahun untuk memperpanjang masa jabatan harus dengan persetujuan lembaga yang mengajukan. Ia merasa, ini ada contrario in terminis karena sudah ada penegasan masa jabatan 10 tahun.

"Tapi, ada yang sudah lewat 10 tahun diberikan masa jabatan yang lebih lama lagi. Artinya, ini melebihi 10 tahun dan tidak ada ketentuan hakim konstitusi yang sudah 10 tahun bisa ikut lagi untuk masa jabatan 10 tahun berikutnya, tidak ada," ujar Hamdan.

Maka itu, ia melihat, memang ada masalah-masalah substansi besar yang ditemukan dalam revisi UU MK. Belum lagi soal pengawasan yang sudah berkali-kali dikeluarkan, diuji lalu dibatalkan sampai berbagai putusan bahwa MK tidak boleh diawasi lembaga lain.

Namun, lanjut dia, dalam revisi dimasukkan pengawasan dengan satu orang usul Presiden, satu orang usul DPR, satu orang usul dari MK.

"Ini maju lagi masalah pengawasan di mana masing-masing lembaga yang mengajukan itu juga akan ikut selanjutnya mengawasi. Saya kira, dua sisi itu yang kita melihat bahwa ancaman nyata terhadap independensi dan terhadap negara hukum," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya