Panja Baleg DPR Jelaskan 3 Poin Revisi UU Kementerian Negara
- VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta - Ketua Panja RUU Kementerian Negara, Achmad Baidowi mengungkapkan tiga poin revisi Undang-undang nomor Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Hal ini disampaikan Awiek, begitu ia karib disapa, dalam Rapat Pleno Pengambilan keputusan atas hasil Penyusunan RUU tentang Kementerian Negara, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 16 Mei 2024.
"Materi muatan RUU Perubahan Kementerian Negara yang telah diputuskan secara musyawarah mufakat yaitu sebagai berikut: pertama, penjelasan Pasal 10 dihapus; kedua perubahan Pasal 15; dan penambahan ketentuan mengenai tugas pemantauan dan peninjauan undang-undang di Ketentuan Penutup," kata Awiek di Ruang Rapat Baleg DPR.
Politikus PPP itu menerangkan, ketentuan dalam konstitusi dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
Menteri-menteri negara tersebut membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan yang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementeriannya diatur dalam Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ini bertujuan untuk memudahkan Presiden dalam menyusun kementerian negara karena secara jelas dan tegas mengatur kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi kementerian negara sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi serta kebutuhan Presiden dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, demokratis, dan juga efektif," kata Awiek.
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan revisi UU Kementerian Negara dalam rangka memperkuat sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia.
Kendati begitu, lanjut Supratman, penerapan sistem presidensial harus tetap memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
"Meskipun begitu kita memberikan penegasan, bahwa jumlah kementerian itu harus memperhatikan efisiensi dan efektifitas, jadi dua-duanya harus tetap kita lakukan," kata Supratman pada rapat Rabu kemarin.
Dalam Pasal 15 RUU tentang Kementerian Negara menyebutkan, “jumlah keseluruhan kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 ditetapkan sesuai dengan kebutuhan Presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan”.
"Kita menganut sistem presidensial maka sepenuhnya kita serahkan pada Presiden untuk menentukan jumlah kementerian yang dibutuhkan, kalau kita menghapus 34 itu artinya boleh berkurang boleh bertambah, boleh juga tetap. Kita tidak mengunci, dan itu memang intinya dari sistem presidensial yang kita anut," imbuhnya.