Yusril Nilai Prabowo Tak Bisa Otomatis Tambah Kementerian, Mesti Revisi UU atau Bikin Perppu
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta - Kabar Presiden RI terpilih Prabowo Subianto akan menambah menambah nomenklatur kementerian menjadi 40 kursi tengah disorot. Penambahan nomenklatur itu dinilai mesti merevisi Undang-Undang terkait.
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menyebut perlu revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, jika Presiden terpilih Prabowo ingin menambah nomenklatur kementerian. Kata Yusril, sekalipun kepala negara, tidak bisa langsung menambah jumlah kementerian tanpa amandemen UU ataupun menerbitkan aturan mendesak.
"Dapat saja ditambah, tapi dengan amandemen UU Kementerian Negara," kata Yusril kepada wartawan, Rabu, 8 Mei 2024.
Selain itu, menurut Yusril, jika tak melalui revisi UU Kementerian Negara, presiden bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
"Bisa dilakukan oleh Presiden Jokowi dan DPR sekarang. Bisa juga setelah Prabowo dilantik dengan menerbitkan Perppu," lanjut Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini .
Pun, Yusril menambahkan, setelah Prabowo dilantik jadi Presiden oleh MPR pada 20 Oktober mendatang, ia bisa langsung mengeluarkan Perppu terkait penambahan nomenklatur.
"Bisa (langsung keluarkan Perppu), enggak masalah," kata Yusril.
Lebih jauh, mantan Mensesneg itu mendukung jika akan ada penambahan nomenklatur kementerian. Sebagai contoh, Yusril menyoroti Kemendikbud Ristek yang terlalu gemuk.
"Bisa saja. Kemendiknas (Kemendikbud Ristek) sekarang bagusnya dikembalikan seperti semula. Terlalu gemuk dan rumit," ujarnya.
Kabar adanya 40 kementerian itu juga sudah ditanggapi pihak Gerindra melalui Wakil Ketua Umum DPP Habiburokhman. Dia mengaku sepakat dengan wacana penambahan nomenklatur jadi 40.
Ia menepis jika Prabowo langsung dianggap bagi-bagi jatah kekuasaan.
"Kalau memang ingin melibatkan banyak orang menurut saya enggak masalah. Justru semakin banyak semakin bagus kalau saya pribadi,” kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 6 Mei 2024.