PKB Hormati Sikap Gelora yang Tolak PKS Gabung ke Prabowo-Gibran

Waketum PKB Jazilul Fawaid dan sejumlah elite DPP PKB.
Sumber :
  • istimewa

Jakarta – Partai Gelora, menolak Partai Keadilan Sejahtera atau PKS, masuk dalam koalisi pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka. Bagi Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB, sikap Gelora tersebut adalah hak mereka sebagai sebuah partai politik.

Prabowo Sebut Anggaran Pendidikan Tahun 2025 Paling Tinggi Sepanjang Sejarah RI

"Ya itu kan haknya Gelora, kita nggak bisa ikut-ikutan," ujar Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, kepada wartawan di kantor DPP PKB, Senin 29 April 2024.

Partai Gelora menganggap, sepanjang Pilpres 2024 narasi yang disampaikan PKS dan pendukungnya, selalu menyudutkan. Terhadap sikap itu, Jazilul mengaku akan tetap menghormati keputusan dari Partai Gelora. 

Prabowo Cetak Sejarah: Utamakan Pendidikan dalam APBN

"Ya kita hormati pendapat rumah tangga masing-masing," ucap Jazilul.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelora, Mahfuz Sidik menegaskan pihaknya menolak jika PKS bergabung ke dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM). 

Prabowo; Bangunan Sekolah di Indonesia Harus Bagus Semua

Pasalnya, Narasi kritis yang diangkat oleh koalisi partai politik pengusung pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar atau Koalisi Perubahan pada pemilihan presiden atau Pilpres 2024 lalu hanya sekedar gimik untuk meraup suara.

Mahfuz menilai, setelah rangkaian Pilpres 2024 selesai, Koalisi Perubahan yang diusung oleh Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, langsung dinyatakan bubar.

Bahkan, kata dia, dua anggotanya, Partai Nasdem dan PKB terang-terangan menunjukkan sinyal mendekat ke presiden-wakil presiden (wapres) terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka selaku pemenang Pilpres 2024. 

"Sementara PKS masih bersikap 'malu-malu kucing', namun membuka wacana dan peluang untuk mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran agar masuk dalam kabinet dan mendapatkan jatah menteri di Koalisi Indonesia Maju (KIM)," kata Mahfuz dalam keterangannya, Minggu, 28 April 2024.

Mahfuz, juga menanggapi wacana PKS yang membuka pintu kerjasama mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurutnya, apabila PKS menjadi bagian dari Koalisi Indonesia Maju, maka akan menjadi sinyal pembelahan antara PKS dengan massa ideologisnya.

"Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya," ujarnya.

Selama masa kampanye Pilpres 2024, Mahfuz menilai PKS melakukan serangan negatif secara masif kepada Prabowo-Gibran, terutama kepada Gibran Rakabuming Raka, WaliKota Solo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Seingat saya selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran," katanya.

Ia mengingatkan publik dengan narasi yang menurutnya muncul dari kalangan PKS. Narasi itu adalah menganalogikan bahwa Nabi Musa tidak perlu berutang kepada Firaun, karena dahulu Anies Baswedan diusung menjadi calon Gubernur Jakarta pada 2017 oleh Partai Gerindra.

Mahfuz juga mengungkapkan bahwa PKS selama ini kerap memunculkan narasi yang mengadu domba dan membelah masyarakat.

Salah satu contohnya, menurut dia, adalah cap pengkhianat kepada Prabowo karena bergabung dalam Kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres KH Ma'ruf Amin pada 2019, yang menurutnya muncul dari PKS.

"Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS," ujarnya.

Dirinya menegaskan bahwa selama ini Jokowi dan Prabowo telah mengingatkan untuk tidak menarasikan membelah politik dan ideologi.

"Narasi-narasi yang beresiko membelah lagi masyarakat secara politis dan ideologis. Padahal itu yang sering diingatkan oleh Presiden Jokowi dan capres Prabowo," kata Mahfuz.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya