Pasca Putusan MK, Pengamat Nilai Relasi Ini yang Bisa Membuat PDIP Gabung ke Prabowo

Prabowo dan Megawati
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta – Salah satu keputusan politik yang ditunggu publik pasca putusan Mahkamah Konstitusi atau MK, adalah sikap politik PDIP. Apakah akan menjadi oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran, atau sebaliknya masuk dalam koalisi pemerintahan.

Israel Minta Bantuan Mitra Regional untuk Balas Serangan Iran

Pengamat politik dari Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman, menjelaskan tentu ada pertimbangan-pertimbangan bila memang PDIP merapat ke Prabowo. Dia melihat kondisi global dan juga kepentingan nasional kita.

"Pertama-tama yang menjadi alasan apabila PDI Perjuangan merapat pada posisi politik Prabowo Subianto adalah karena memang relasi politik yang baik antara pimpinan partai Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto," jelas Airlangga, Selasa 23 April 2024.

Karya Fesyen Lokal RI Tembus Pasar Global, See To Wear 2024 Siap Digelar

Relasi yang baik itu, jelasnya, bahwa Prabowo pernah menjadi cawapres dari Megawati di Pilpres 2009. Sedangkan pasca Pemilu 2024, Prabowo Subianto memberi sinyal kuat untuk menerima PDIP, menyiapkan diri untuk bertemu.

Menurutnya, PDIP juga akan sangat mempertimbangkan situasi global saat ini dan dikaitkan dengan stabilitas sosial Indonesia yang juga turbulensi ekonomi politiknya bisa sangat kencang.

Komandan Hamas dan Keluarganya Tewas dalam Serangan Israel di Lebanon Utara

Efek COVID-19 menurutnya masih ada warisan efeknya. Begitu juga dengan kondisi perang Rusia dan Ukraina yang belum ada kejelasan berakhir. Ditambah konflik Israel-Palestina dan kini ditambah Iran yang menyerang Israel dan sebaliknya. Situasi itu menurut Airlangga, membuka ruang untuk keterlibatan kekuatan-kekuatan dunia yang pasti memberi efek global.

"Termasuk juga Indonesia. Seperti gangguan rantai pasok (supply chain) pangan, laju investasi, daya tukar mata uang sampai dengan hambatan kemungkinan pelemahan pertumbuhan ekonomi global maupun nasional," jelasnya. 

"Dalam kondisi sosial ekonomi seperti ini maka diperlukan langkah politik yang hati-hati untuk dapat menjaga keseimbangan politik dan meredam potensi polarisasi politik yang dapat mengarah pada situasi chaos politik,".

Situasi ini, dia melihat sudah dikalkulasi oleh elit politik. Seperti larangan dari Prabowo kepada pendukungnya untuk aksi di MK saat pembacaan putusan kemarin. Dia melihat, pembacaan politik demikian juga akan dilihat oleh PDIP dalam menentukan posisinya.

"Pembacaan politik serupa sepertinya juga menjadi kalkulasi yang menjadi pertimbangan dari PDI Perjuangan dalam menimbang posisi politiknya. Hal tersebut sepertinya akan dibangun berdasarkan pertimbangan rekonsiliasi politik dan persatuan nasional untuk menghadapi kemungkinan goncangan-goncangan sosial yang banyak disulut oleh dinamika geo ekonomi politik dunia," jelasnya.

Mengenai masa depan demokrasi Indonesia yang menjadi sorotan PDIP, dia melihat kondisi itu bisa berlangsung apabila dalam kondisi normal. Tetapi melihat situasi global saat ini, memperlihatkan situasi yang tidak dalam kondisi normalnya.

Menurutnya, dalam situasi global seperti saat ini, pemerintah membutuhkan legitimasi yang kuat dalam menangani kondisi krisis. Apalagi bila di dalam pemerintahan, PDIP menurut dia tetap bisa ikut mengawal dam memberi masukan ke pemerintah dalam relasi yang lebih dekat terkait dengan isu-isu demokrasi, 

"Sekaligus berkontribusi sebagai bagian yang memiliki otoritas politik dan melakukan eksekusi politik dalam posisi sebagai bagian dari lembaga eksekutif," katanya. 

Dengan perolehan 17 persen suara di Pemilu 2024, posisi politik PDIP menurutnya sangat kuat. Sekaligus memberi kekuatan kepada pemerintahan dalam pengelolaan negara ke depannya.

"Hal yang menjadi catatan adalah pada momentum yang tepat bagi arah terbentuknya negosiasi dan rekonsiliasi politik diantara PDI Perjuangan dengan koalisi pemenang Pilpres 2024," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya