Nilai Demokrasi Mau Luntur, Front Penyelemat Demokrasi Ikut Ajukan Amicus Curiae ke MK

Dok. Istimewa
Sumber :
  • VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham

Jakarta - Front Penyelamat Demokrasi dan Reformasi atau F-PDR ikut mengajukan amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Mahkamah Konstitusi. Pengajuan ini menyusul beberapa tokoh sebelumnya seperti Megawati Soekarnoputri, Habib Rizieq Shihab maupun Din Syamsuddin.

Kadin Indonesia Bentuk Satgas Terkait Putusan MK, Bamsoet Ungkap Perlunya UU Ketenagakerjaan Baru

Pengajuan ini menjelang putusan MK terhadap sidang Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) atau sengketa hasil dari Pilpres 2024.

"Topik utamanya adalah kita ingin bersama berdiskusi memprediksi keputusan MK yang dilakukan pada 22 April 2024. Ada beberapa skenario kita merencanakan sikap kita seperti apa," ujar Sekretaris Eksekutif F-PDR, Rudi S Kamry, di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 18 April 2024.

DPR Minta Aparat Antisipasi Potensi Disintegrasi Dalam Pilkada 2024

Sementara itu, Ketua Umum F-PDR Marsekal (Purn) TNI Agus Supriatna, menyebut hasil diskusi yang dilaksanakan F-PDR menyatakan bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 telah merusak iklim demokrasi di Indonesia.

"Demokrasi ini kan sudah berjalan mulai 2004 sampai sekarang, ternyata ini mau luntur, mungkin mau rusak, sehingga dengan mau luntur atau rusaknya demokrasi ini, terjadilah Pemilu 2024. Pada saat Pemilu 2024, kita ini, hasil diskusi dan pemantauan kita terjadi segala sesuatu yang jelas-jelas merusak demokrasi," ujar Agus.

Pramono Anung Ungkap Pesan Megawati Untuknya Hadapi Pilkada Jakarta 2024

Mantan Kepala Staf TNI AU itu menuturkan, mendesak para hakim MK bisa berpikir jernih dalam memutuskan PHPU Pilpres 2024 yang diajukan para pemohon.

"Kami hanya mendesak dan kami yakin bahwa semua hakim yang ada di MK, mudah-mudahan mereka menggunakan hati nurani mereka dengan secara rasional, berpikir sehat, menggunakan akal sehat, dengan hati nurani mereka, sehingga mereka bisa dengan tulus ikhlas, apa, sih, bagaimana, sih, penyelenggaraan pemilu 2024, terutama pilpres 2024," ujar Agus.

Jika MK menolak semua gugatan pemohon, kata Agus, pihaknya bakal melanjutkan kerja-kerja kerakyatan mewujudkan kembalinya demokrasi berjalan sehat.

"Kita akan tetap, kita akan bersuara. Kita akan mengadakan acara, yang jelas, masa MK tidak menggunakan hati nurani. Ini bukan kami saja, ini sudah ada para guru besar, rektor, para tokoh, budayawan, begitu banyak sekali, menyuarakan," kata Agus.

Dari hasil diskusi, kata Agus, F-PDR bakal mengajukan sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan seperti dilakukan beberapa tokoh sebelumnya seperti Megawati Soekarnoputri.

"Apa yang sudah diajukan Bu Mega, kami juga sudah menyusun. Jadi, ada nanti empat poin yang kami sampaikan ke sana. Kita akan lihat setelah kita diskusikan. Kita akan sampaikan ke sana," tuturnya.

Sebagai informasi, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyinggung etika Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam surat pengajuan sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan yang diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa, 16 April 2024.

Dalam surat itu, Megawati awalnya mengutip pernyataan budayawan Franz Magnis Suseno yang menyebut ada unsur-unsur dugaan pelanggaran etika serius dalam pelaksanaan Pilpres 2024.

Megawati menilai, etika merupakan ajaran dan keyakinan tentang baik dan tidak baik sebagai cermin dari kualitas manusia. Tuntutan dasar terhadap pentingnya etika dituangkan dalam ketentuan hukum dan hal tersebut berlangsung terus dalam sejarah peradaban umat manusia.

“Tidak memperhatikan hukum yang berlaku sama saja dengan pelanggaran etika,” demikian dikutip dari surat amicus curiae Megawati yang diserahkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 16 April 2024.

Menurut Megawati, tanggungjawab penguasa seperti presiden terhadap etika sangat penting. Sebab, presiden memegang kekuasaan atas negara dan pemerintahan yang sangat besar.

“Karena itulah penguasa eksekutif tertinggi tersebut dituntut standar dan tanggungjawab etikanya agar kewibawaan negara hukum tercipta,” jelas Presiden RI ke-5 itu dalam suratnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya