12 Fakta yang Diklaim Tak Terbantahkan Dibeberkan Kubu Ganjar-Mahfud pada Sidang PHPU

Pengacara senior yang juga Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis
Sumber :
  • TII

Jakarta – Tim Hukum pasangan calon nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD membeberkan 12 fakta yang tidak disangkal dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilrpres di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Kasus Korupsi Timah, Saksi Ahli: Kerugian Negara Belum Jelas tapi Ekonomi Babel Sudah Hancur

Hal itu, dituangkan tim hukum Ganjar-Mahfud pada Kesimpulan Pemohon Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden No. 2/PHPU.PRES-XXII/2024, yang disampaikan ke MK pada Selasa, 16 April 2024.

Ketua Deputi Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menyampaikan ke-12 fakta tersebut muncul dari dalil-dalil pemohon yang didukung dengan bukti-bukti, namun tidak dapat disangkal keberadaannya oleh KPU, Bawaslu, dan Pihak Terkait.

Jaksa Pilih Tidak Ajukan Pertanyaan saat Hakim Hadirkan Tom Lembong di Sidang Praperadilan

Ketua Tim Pembela Demokrasi dan Keadilan (TPDK) Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis

Photo :
  • VIVA/Ilham

Fakta pertama, pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum kepada MK.

Tom Lembong Akan Dihadirkan di Sidang Praperadilan, Jaksa: Tak Ada Keharusan Tersangka Hadir

“Kedua, pemohon mengajukan Permohonan dalam jangka waktu yang diperkenankan,” kata Todung di Jakarta, Kamis, 18 April 2024.

Ketiga, kata Todung, adanya pelanggaran etika di dalam proses Pilpres 2024, sebagaimana disampaikan dalam keterangan ahli pemohon, Franz Von Magniz, dan keterangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Keempat, ada tidaknya nepotisme yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo sebelum dan selama perhelatan, mulai dari penyiapan dasar hukum bagi Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024 hingga pemastian agar Pihak Terkait memenangkan Pilpres 2024 dalam 1 putaran pemilihan melalui pertemuan-pertemuan dengan para pemangku kepentingan. 

Kelima, adanya abuse of power yang dilakukan oleh kepala daerah, aparatur negara, kementerian dan lembaga, TNI maupun Polri. Hal itu terungkap dari keterangan saksi pemohon, Endah Subekti Kuntariningsih, Maruli Manogang Purba, dan Suprapto.

Keenam, penggunaan kepala desa sebagai alat untuk mengumpulkan suara bagi Pihak Terkait. Hal itu disampaikan dalam keterangan Ahli pemohon, Suharko, Dadan Aulia Rahman, Fahmi Rosyidi dan Memed Alijaya.

Pengacara senior yang juga Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis

Photo :
  • TII

Ketujuh, hubungan patron-klien telah mengakar di Indonesia pada semua lini kehidupan, sesuai keterangan ahli pemohon Suharko, dan Hamdi Muluk.

Kedelapan, perpecahan yang timbul di masyarakat sebagai akibat dari nepotisme dan abuse of power yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. 

Kesembilan, kekurangan surat suara di 27 provinsi di Indonesia. Kesepuluh, penggunaan suara lebih besar dibandingkan dengan pengguna hak pilih di setidaknya 34 provinsi di Indonesia. 

Kesebelas, penggunaan surat suara yang lebih kecil dibandingkan dengan pengguna hak pilih di 8 provinsi di Indonesia. Keduabelas, kejanggalan berupa partisipasi pemilih mencapai angka 100% di 18 provinsi di Indonesia. 

"Oleh karena dalil-dalil yang didukung oleh bukti-bukti yang memadai dan tidak pernah dibantah oleh Termohon maupun Pihak Terkait, maka dalil-dalil di atas adalah fakta persidangan yang harus dianggap sebagai suatu kebenaran," kata Todung.

Selain itu, Todung juga mengungkapkan,  3 skema nepotisme yang pemohon dalilkan di dalam permohonan PHPU. Ketiga skema itu, pertama, nepotisme yang dilakukan untuk memastikan Gibran Rakabuming Raka memiliki dasar untuk maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024

Kedua, nepotisme yang dilakukan guna menyiapkan jaringan yang diperlukan untuk mengatur jalannya Pilpres 2024 

Ketiga, nepotisme yang dilakukan untuk memastikan agar Pihak Terkait memenangkan Pilpres 2024 dalam 1 putaran.

Ganjar-Mahfud.

Photo :
  • Tangkapan layar.

Sedangkan mengenai perdebatan antara Termohon/Pihak Terkait dan Pemohon sehubungan dengan perlu tidaknya dilakukan perubahan terhadap PKPU No. 19/2023 guna menindaklanjuti Putusan MKRI No. 90/PUU-XXI/2023, tim hukum Ganjar-Mahfud menyatakan perubahan PKPU No 19/2023 harus dilakukan sebelum KPU menerima Gibran Rakabuming Raka sebagai kontestan di Pilpres 2024.

Hal itu, berdasarkan pada bukti dan keterangan ahli Charles Simabura, I Gusti Putu Artha, dan Keterangan Saksi Pihak Terkait Ahmad Doli Kurnia T.

"Jadi terbukti bahwa penerimaan Gibran Rakabuming Raka sebagai kontestan dalam Pilpres 2024 harus didahului dengan perubahan PKPU No. 19/2023," ungkap Todung.

Todung menambahkan, dengan terbuktinya pelanggaran TSM dan pelanggaran prosedur dalam Pilpres 2014, maka hal itu berakibat hukum, yakni dilakukannya diskualifikasi pada kontestan, dan atau pemungutan suara ulang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya