Yusril Sentil Ahli dari Kubu AMIN: Sebenarnya Ini Ahli Nujum atau Apa?

Yusril Ihza Mahendra, Sidang Lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum di MK
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta - Ketua Tim Pembela Hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan kapasitas dari Anthony Budiawan. Status Anthony merupakan ahli yang dihadirkan Tim Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di MK.

Diduga Mortir Ditemukan di Rumah Jaksel, Penjinak Bom Diterjunkan

Di depan Ketua Majelis Sidang, Suhartoyo, Yusril mengaku bingung dengan kapasitas Anthony. Dalam sidang tersebut, Anthony sempat memaparkan bahwa Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melakukan nepotisme, korupsi hingga tindakan melawan hukum demi memenangkan Prabowo-Gibran.

"Yang Mulia, boleh kami mengusulkan sesuatu?" tanya Yusril.

Tuduhan Cawe-cawe di Tahun Terakhir Jokowi Jadi Presiden

"Apa?" kata Suhartoyo.

Ketua MK Suhartoyo, Sidang Lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum di MK

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa
Hasto Juga Minta Ajudan Tenggelamkan HP-nya yang Berkaitan dengan Harun Masiku

Yusril menyinggung pihaknya merasa bingung dengan kapasitas Anthony yang diplot kubu AMIN sebagai saksi ahli.

"Supaya kami ini tidak bingung sebagai pihak terkait mungkin lebih baik kuasa hukum yang menghadirkan ahli, menerangkan ahli ini sebenernya ahli apa," lanjut Yusril.

"Apakah ahli pidana, ekonomi, atau ahli nujum, atau ahli apa dia dihadirkan di sini. Kami bingung," ujar Yusril.

Mendengar hal tersebut, Suhartoyo hanya menjawab singkat. "Biar kami yang menilai, prof," kata Suhartoyo.

Sebelumnya, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan selaku ahli dari kubu AMIN menyampaikan bahwa Presiden Jokowi melanggar konstitusi dan undang-undang demi pemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.

Anthony menyebut bentuk pelanggaran oleh Jokowi yakni berupa pemberian bansos secara sepihak demi pemenangan Prabowo-Gibran. Menurut Anthony, cara Jokowi itu melanggar Pasal 23 UUD NRI 1945 dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Kemudian, penyimpangan Kebijakan APBN 2024 untuk kepentingan politik yang menguntungkan anak Presiden (Gibran) melanggar UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya