Anies di Sidang Sengketa Pilpres: Intervensi Kekuasaan Merambah hingga ke Pimpinan MK
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Capres nomor urut satu Anies Baswedan mempertanyakan terkait dengan penyelenggaraan pilpres 2024 sudah dijalankan dengan jujur dan adil. Ia menyebut ada sejumlah gerakan yang justru mengarahkan pemilih dalam menentukan pilihannya pada pemilu 2024.
Adapun hal tersebut dinyatakan Anies dalam sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang tersebut digelar pada Rabu 27 Maret 2024.
Anies menjelaskan bahwa telah terjadi sejumlah intervensi dalam Pilpres 2024.
"Terdapat pula praktik yang meresahkan, dimana aparat daerah mengalami tekanan bahkan diberikan imbalan untuk memengaruhi arah pilihan politik, serta penyalahgunaan bantuan-bantuan negara, bantuan sosial yang sejatinya diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat, malah dijadikan alat transaksional untuk memenangkan pasangan calon," ujar Anies di ruang sidang MK.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan bahwa sebuah intervensi juga telah merambah pada lingkup MK. Maka itu, Anies menilai demokrasi Indonesia dalam kondisi bahaya.
"Bahkan, intervensi ini sempat merambah hingga pemimpin Mahkamah Konstitusi. Ketika pemimpin Mahkamah Konstitusi, yang seharusnya berperan sebagai jenderal benteng pertahanan terakhir menegakkan prinsip-prinsip demokrasi, terancam oleh intervensi, maka pondasi negara kita, pondasi demokrasi kita berada dalam bahaya yang nyata," kata dia.
"Lebih jauh lagi, skala penyimpangan ini tak pernah kita lihat sebelumnya Yang Mulia. Kita pernah menyaksikan penyimpangan ini dalam skala lebih kecil di tingkat Pilkada. Tapi di skala yang amat besar dan lintas sektor baru kali ini kita semua menyaksikan," imbuhnya.
Maka itu, Anies menjelaskan tudingan yang diajukannya ini akan disampaikan secara lengkap oleh tim hukum Anies-Cak Imin. Bahkan, sejumlah bukti juga telah disiapkan.
Diketahui, Anwar Usman dicopot dari jabatan ketua MK karena dinyatakan melanggar etik berat terkait putusan MK yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Undang-Undang Pemilihan Umum.
Anwar Usman dianggap melanggar etik berat karena berkat putusan tersebut, Gibran Rakabuming Raka maju pada Pilpres 2024 meski baru berusia 36 tahun. Padahal, ketentuan dalam UU Pemilu sebelumnya mengatur bahwa usia minimal untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah 40 tahun.
Sebelumnya, putusan MKMK yang teregistrasi dengan Nomor 2/MKMK/L/11/2023, telah melarang Anwar Usman terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.
Larangan ini karena dia terbukti melakukan pelanggaran etik berat. Selain itu, Anwar Usman juga mendapat sanksi diberhentikan dari jabatan Ketua MK. Termasuk, Anwar Usman tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.