8 Hakim MK Harus Deklarasi Bebas dari Tekanan Tangani Sengketa Pilpres 2024
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta - Sejumlah advokat yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Perekat Nusantara meminta delapan hakim konstitusi untuk deklarasi bahwa mereka bebas dan tanpa tekanan dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil Pilpres 2024.
Deklarasi tersebut perlu dilakukan sebelum memulai sidang perdana sengketa hasil pilpres yang diajukan oleh pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan pasangan capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Majelis Hakim Konstitusi harus mendeclare kepada publik dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Sengketa hasil Pilpres 2024, bahwa 8 (delapan) orang Hakim Konstitusi yang memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hasil Pemilu 2024, berada dalam keadaan bebas tanpa tekanan dan trauma apapun juga," kata Koordinator TPDI, Petrus Selestinus kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta pada Selasa, 26 Maret 2024.
Ia menilai Ketua Majelis Hakim dan anggota Hakim Konstitusi tak terpengaruh terhadap potensi adanya campur tangan dari berbagai pihak dalam penanganan sengketa Pilpres 2024. Petrus mengatakan, bahwa MK belum bisa bebas dari trauma skandal 'conflict of interest' dalam persidangan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, dengan segala dampak yang ditimbulkan dan konflik internal yang belum terselesaikan.
"Pada saat ini, 8 hakim MK berada di bawah bayang-bayang monster dinasti politik dan nepotisme Jokowi yang masih bercokol di MK dan membuat MK tersandera. Karena berada dalam status sebagai Tergugat di PTUN Jakarta, dan membuat MK belum bisa bebas dari trauma skandal conflict of interest dalam Putusan No.90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023," jelas dia.
Maka itu, kata Petrus, pihaknya memberikan dukungan dan mengawal 8 hakim MK agar benar-benar independen dalam menangani sengketa Pilpres 2024. Pihaknya mengingatkan, 8 hakim MK agar tidak main-main dengan kedaulatan rakyat yang disalurkan lewat Pemilu pada setiap 5 (lima) tahun sekali.
Bahkan, kata Petrus, 8 hakim MK harus menjadikan pemeriksaan terhadap sengketa Pilpres 2024, sebagai momentum untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada MK dan Pemilu.
"Mahkamah Konstitusi harus menjadikan Persidangan Perkara Perselisihan Hasil Pilpres 2024, sebagai momentum untuk mengembalikan kedaulatan berada di tangan rakyat, pemilu sebagai sarana mewujudkan kedaulatan rakyat, dan mengembalikan kepercayaan rakyat kepada MK yang saat ini berada di titik nadir kehancuran," pungkasnya.