Kubu Anies dan Ganjar Gugat Pencalonan Gibran, Hotman Paris Sebut "Permohonan Super Cengeng"
- VIVA.co.id/Aiz Budhi
Jakarta - Anggota Tim Pembela Hukum Prabowo-Gibran, Hotman Paris, menilai gugatan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai suatu permohonan yang cengeng.
Dalam petitum gugatan, keduanya mempermasalahkan hasil pemilu dan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden pasangan Prabowo Subianto.
Padahal, Hotman menyebut sejak awal pembagian nomor urut hingga debat Pilpres tidak ada satu dari kubu Anies maupun Ganjar yang memprotes pencalonan Gibran.
"Dua kali, dalam pemberian nomor, dua kali 01 dan 03 mengakui keabsahan Gibran, yaitu waktu pemberian nomor. Malam-malam mereka benar-benar ceria kan dan ada Gibran di situ, sama sekali tidak, dikatakan tidak sah," kata Hotman kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta, dikutip pada Selasa, 26 Maret 2024.
"Kemudian waktu debat, tidak ada sama sekali [protes]. Sekarang kok, KPU dipermasalahkan, itu benar-benar, saya katakan, itu permohonan yang super-super cengeng," katanya.
Otto Hasibuan, salah satu anggota Tim, mengatakan petitum atau permohonan yang disampaikan kubu Anies dan Ganjar itu salah kamar.
Menurut Otto, permohonan yang disampaikan ke MK untuk melakukan pemilihan ulang hingga mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran itu bukan wewenang MK melainkan Bawaslu RI.
"Saya sudah katakan, itu cacat formil, seharusnya mereka karena mempersoalkan tentang proses, pelanggaran-pelanggaran itu kamarnya adalah di Bawaslu. Tapi, mereka mengajukan ke MK, tapi dasarnya mengenai pelanggaran-pelanggaran. Salah kamar itu, tidak sah," ucap Otto kepada wartawan.
Tak hanya salah kamar, Otto menyebut gugatan yang disampaikan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud itu cacat formil karena keduanya tidak mempersoalkan hasil perolehan suara.
Dalam petitumnya, mereka justru mempersoalkan berbagai pelanggaran-pelanggaran hingga proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo.
Padahal, dalam Pasal 476 Undang-Undang Pemilu, dijelaskan bahwa ranah MK hanya menyelesaikan PHPU yang kemudian diadopsi dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Tahun 2023.
"Sekarang yang diajukan oleh Pemohon adalah pelanggaran-pelanggaran, bansos, kecurangan, dan lain sebagainya, yang itu sama sekali tidak diatur dan tidak masuk dalam proses yang harus ditangani oleh MK, itu poinnya," kata dia.
"Petitumnya pun haruslah membatalkan tentang keputusan KPU tentang perhitungan suara dan benar yang mana. Itu yang sudah limitatif diatur di dalam PMK itu," katanya.