Pakar: Berlebihan Kalau Arsul Sani Dianggap Tak Boleh Pimpin Sidang Sengketa Pemilu

Arsul Sani resmi dilantik sebagai Hakim Konstitusi MK
Sumber :
  • Setkab

Jakarta - Sejumlah pihak mengkritisi hakim konstitusi Arsul Sani yang diwanti-wanti agar tak boleh ikut atau memimpin perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Alasannya Arsul yang mantan politikus PPP bisa memunculkan conflict of interest.

Dugaan Kecurangan di Pilkada Jayawijaya Dilaporkan ke MK

Terkait itu, pakar politik Ujang Komarudin memberikan beberapa catatan soal polemik Arsul boleh atau tidak ikut sidang sengketa pemilu di MK. Menurut dia, yang pertama berlebihan jika Arsul tak boleh ikut sidang sengketa pemilu.

"Bicara soal Pak Arsul Sani yang dianggap tak boleh memimpin sidang, itu berlebihan. Kenapa? Karena bagaimanapun yang bersangkutan sudah dilantik dan sudah tercatat sebagai hakim konstitusi," kata Ujang, Jumat, 22 Maret 2024.

KPU: Idealnya Kepala Daerah Dilantik Setelah 13 Maret 2025

Dia mengatakan status Arsul punya hak, kewenangan, serta tanggungjawab untuk bisa memimpin jalannya persidangan di MK. "Karena punya hak yang sama dengan anggota anggota yang lain," lanjut Ujang.

Pengamat politik Ujang Komarudin.

Photo :
  • istimewa
Pilpres 2024 Dinilai Mulai Geser Demokrasi RI Jadi Otokrasi Elektoral yang Mengkhawatirkan

Pun, dia menyinggung catatan kedua soal anggapan Arsul tak bisa ikut sidang sengketa pemilu agar tak ada conflict of interest karena latar belakangnya sebagai politisi. Ujang bilang Arsul bukanlah satu-satunya hakim karena ada hakim konstitusi lain yang ikut sidang.

"Artinya conflict of interest itu tidak akan terjadi, karena Pak Arsul Sani tidak sendirian. Dia di damping oleh hakim-hakim yang lain, bahkan hakim-hakim yang lain lebih mayoritas, lebih banyak," jelas Ujang.

Lalu, catatan ketiga, menurut Ujang yaitu jangan menggiring opini bahwa seolah-olah MK selalu berpolitik. Dia menyebut marwah MK mesti dijaga sebagai lembaga yang terhormat dan institusi yang bermartabat.

"Yang harus kita jaga kehormatannya dan martabatnya tersebut. Dalam konteks untuk bisa menyelesaikan persoalan sengketa pemilu secara objektif dan independen," ujar Ujang.

Ujang mengatakan catatan keempat bahwa MK pernah dipimpin Hamdan Zoelva yang notebene berlatarbelakang politisi.

"Mahkamah Konstitusi pernah di pimpin oleh seorang Hamdan Zoelva yang notabene mantan kader salah satu partai politik," ujarnya.

Dia menyebut Hamdan Zoelva juga pernah memimpin sengketa pemilu. "Pernah memimpin sengketa pemilu dan semua putusannya objektif dan independen. Dan ini sebagai catatan sejarah," sebut Ujang.

Kemudian, dia menyoroti polemik Arsul Sani karena sebelumnya hakim konstitusi Anwar Usman sudah dilarang.

"Pak Anwar Usman sudah dilarang lalu jika Pak Arsul Sani juga dilarang, maka hakim MK semakin berkurang," lanjut pendiri Indonesia Political Review tersebut.

"Belum lagi kita tidak tahu ada force majeure atau ada kejadian yang luar biasa lain yang mengenai hakim MK yang menyebabkan hakimnya berkurang kembali," tuturnya.

Dia menuturkan jika ada kondisi itu maka akan memungkinkan terjadi deadlock. Maka itu, ia berharap agar publik bisa berikan kesempatan kepada hakim MK seperti Arsul Sani.

"Termasuk Pak Arsul Sani untuk memutus perkara dengan sebaik-baiknya, dengan sejujur-jujurnya, sedail-adilnya, dengan objektif dan independen, apa pun latar belakangnya," ujar Ujang.

 

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)

Saldi Isra dan Arief Hidayat Dilaporkan ke MKMK atas Dugaan Pelanggaran Etik

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra dan Arief Hidayat dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

img_title
VIVA.co.id
21 Desember 2024