Fahri Pede Hak Angket DPR Gak Bakal Jalan: Ketua Umum di Belakang Layar Sudah Main Mata

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah.
Sumber :
  • YouTube Indonesia Lawyers Club

Jakarta - Pengguliran hak angket di DPR terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024 masih belum jelas kepastiannya. Sejumlah fraksi di DPR yang awalnya menggaungkan hak angket tampak seperti maju mundur dalam menentukan sikap politiknya.

Masa Reses DPR, Once Mekel Datangi Dapil Serap Aspirasi Soal KJP hingga Kartu Lansia

Terkait itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah cukup percaya diri alias pede menyebut hak angket dugaan kecurangan pemilu itu tak bakal ada. Dia mengatakan seperti itu karena pengalamannya yang pernah berada di DPR. Fahri bilang hak angket nanti akan membuat parpol paling banyak disalahkan.

"Sehingga saya kira di tengah jalan, para pimpinan parpol akan sadar juga bahwa mereka bisa jadi bagian tertuduh paling keras kalau ini dijalankan," kata Fahri dalam acara diskusi Indonesia Lawyers Club yang dikutip VIVA pada Minggu, 17 Maret 2024.

Pilpres 2024 Dinilai Mulai Geser Demokrasi RI Jadi Otokrasi Elektoral yang Mengkhawatirkan

Dia percaya hak angket itu tak bakal lanjut atau diteruskan. "Makanya saya gak percaya ini akan diteruskan," tutur Fahri.

Ia pun meminta kalangan sipil yang pro terhadap hak angket itu agar tak terlalu mengandalkan parpol di DPR. "Ini nanti kecewa kalau mengandalkan partai politik gitu ya. Karena saya yakin ini gak akan dibuat," lanjut Fahri.

Sibuk Politik, 2024 Jadi Tahun yang Penuh Guncangan bagi Krisdayanti

Fahri menyebut jika pun ada hak angket, ia meyakini itu bukan untuk kepentingan rakyat atau bukan demi perbaikan pemilu ke depan.

"Kalau dibuat pun bukan untuk kepentingan kita, masyarakat sipil untuk melihat pemilu yang lebih baik. Ini hanya untuk kepentingan sesaat kita saja," tutur eks Wakil Ketua DPR RI tersebut.

Ilustrasi Rapat Paripurna di DPR.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Lebih lanjut, dia menuturkan saat ini, belum ada upaya reformasi parpol. Fahri menyindir sikap anggota dewan seperti tak menegakkan statusnya sebagai wakil rakyat.

"Anggota dewan kita ini kan korea-korea, kata Bambang Pacul itu. Suruh marah-marah, diam-diam. Karena prinsip itu tadi perwakilan rakyat yang tidak tegak," ujar Fahri.

"Karena sistem partai ID, engagement antara partai politik atau anggota partai politik dengan konstituensinya yang tidak kuat. Ini gak sehat," lanjut Fahri.

Maka, Fahri mengingatkan agar jangan gunakan momentum ini hanya sebagai kelanjutan dari kekecewaan terkait hasil Pemilu 2024. Sebab, setiap pemilu itu hasilnya antara menang atau kalah.

"Kalau gak menang, ya kalah. Dan, pertarungan apapun di dunia ini, kalau gak menang ya kalah. Dan, biasanya yang menang senang dan yang kalah protes," sebut Fahri.

Pun, dia menambahan hak angket itu belum tentu mewakili aspirasi rakyat. Ia mengatakan seperti itu karena figur ketua umum saat ini menentukan nasib setiap kader yang jadi anggota DPR.

"Dia mau terpilih lagi atau tidak. Dia mau diberi jabatan atau tidak. Dia mau di situ atau mau di PAW. Dia mau dipecat atau tidak," kata Fahri.

Bagi dia, persoalan itu yang mesti diperbaiki. Ia minta maaf karena bicara terlalu keras soal hak angket.

"Saya juga jarang ngomong apalagi soal angket. Karena saya tahu ceritanya bagaimana itu angket nanti," ujar eks politikus PKS itu.

Fahri mengklaim sudah tahu alur hak angket jika digulirkan. "Setelah pengusulan, pembacaan di sidang paripurna bagaimana sebenarnya kalau di belakang layar itu ketua-ketua umum sudah main mata," tutur Fahri.

"Ya udah lah, gak usah datang semua. Nanti votingnya kalah. Saya sudah tahu ini," ujarnya.

Menurut dia, bila bertujuan ingin memperbaiki sistem politik maka ada kesadaran dari parpol yang 'kalah'.

"Betul gak, partai-partai ini berani mengumumkan sekarang. Karena kami kalah, kami tidak mau menjadi bagian dari pemerintahan," kata Fahri.

Fahri mengatakan kalau betul-betul ingin menyehatkan sistem, maka harus ada yang berani bertindak dan bersikap tegas.

Dia menuturkan sejak awal, dirinya sudah menyampaikan  perubahan mesti ada tiga aspek yang harus dipenuhi. Tiga aspek itu yakni ide, jaringan-institusi perubahan sebagai alternatif, dan tokoh perubahannya. "Betul gak, mereka ini punya mental oposisi yang bertahan," ujar Fahri.

Ilustrasi pajak

Haris Rusly Moti: PPN 12 Persen Produk PDIP Sebagai Ruling Party

Pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. 

img_title
VIVA.co.id
21 Desember 2024