Gibran Diprediksi Bakal Maju Jadi Ketum Golkar, Pengamat: Belum Saatnya

Ketum Golkar Airlangga Hartarto dan cawapres Gibran Rakabuming Raka.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar Sodiq

Jakarta - Bursa calon ketua umum Partai Golkar semakin ramai dibicarakan, terutama setelah kehadiran Gibran Rakabuming Raka yang juga putera sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang digadang-gadang bakal menjadi calon potensial pada Munas Golkar yang rencananya akan dilaksanakan pada Desember 2024.

Misbakhun Ingatkan PDIP Tak Amnesia soal Kenaikan PPN

Usulan nama Gibran dalam bursa kepemimpinan Partai Golkar pertama kali disebut oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari yang menilai Gibran memiliki sejumlah bekal maju sebagai Ketum Golkar.

Gibran Rakabuming Raka saat didukung jadi Cawapres Prabowo di Rapimnas Golkar.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa
Peluang Jokowi Gabung ke Partai Selepas PDIP: Belum Konkrit, Belum Ada Tawaran Posisi Strategis

Peneliti Populi Center, Usep S. Ahyar memiliki pandangan berbeda dengan Qodari. Usep mengatakan Gibran masih belum memiliki kapasitas yang cukup untuk memimpin partai sebesar Golkar.

Menurut Usep, Golkar merupakan partai yang besar yang tidak hanya mengandalkan ketua umum sebagai sosok sentral dalam memimpin partai tetapi memiliki banyak kader berkualitas dan merata secara keorganisasian.

Jokowi Tanpa Partai dan Diisukan Gabung Golkar, Bahlil: Kami Selalu Terbuka kepada Siapa Saja

“Saya kira untuk memimpin di partai yang sekuat Golkar memang harus orang yang memang punya pengalaman dan punya karakter yang kuat, sementara Gibran belum teruji untuk itu. Kecuali kalau bapaknya mungkin saya malah mengusulkan Jokowi,” ujar Usep, Jumat, 15 Maret 2024

Usep menambahkan, jangan menyamakan Golkar dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang sekarang dipimpin oleh Kaesang Pangarep yang juga adik Gibran. Ia mengatakan mekanisme organisasi Golkar sudah mapan dan matang, tidak bisa begitu saja direbut.

Pengalaman Gibran, menurut Usep, masih belum teruji untuk mengelola berbagai faksi dan kepentingan yang ada di tubuh partai serta munculnya berbagai dinamika. Gibran dianggap masih belum mampu meredam atau mengurai masalah-masalah itu.

“Golkar itu organisasi besar, partai besar, mekanismenya juga sudah mapan, dewasa juga. Jadi, memang diperlukan sosok pemimpin yang memang pandai juga mengelola konflik. Jadi, di sana itu di Golkar itu kan teruji tapi memang mekanisme kepartaiannya juga jalan dan selalu selesai,” paparnya.

Usep menambahkan, partai Golkar sering mengalami gejolak konflik karena karakter dari banyaknya tokoh. Para tokoh di Golkar itu juga memiliki gerbong pengikut masing-masing yang rentan bergesekan. "Karena di Golkar ini tidak ada tokoh sentral semacam PDIP, Gerindra atau Demokrat,” sambungnya.

Usep menyampaikan konflik di internal Golkar itu dapat dikelola dan menjadi kekuatan bagi Golkar ketika dipimpin oleh sosok yang berpengalaman dan matang.

“Jadi konflik itu memang tidak harus selalu dibunuh seperti di partai-partai yang memang punya tokoh sentral mereka yang berkonflik atau menciptakan konflik disingkirkan gitu misalnya, tapi kalau di Golkar saya lihat itu konfliknya justru dikelola dan menjadi kekuatan dan sosok itu yang diperlukan oleh organisasi semacam Golkar,” ucapnya.

Lebih lanjut Usep menyatakan nama-nama politisi Golkar yang namannya mencuat untuk maju sebagai ketum Golkar seperti Airlangga Hartarto, Bambang Soesatyo, Agus Gumiwang Kartasasmita dan Bahlil Lahadalia dianggap sebagai kader yang cukup layak menjadi Golkar 1 daripada Gibran.

Sebab menurutnya, kalaupun Gibran maju menjadi ketum Golkar minimal harus menunggu satu generasi lagi.

Dikatakan Usep, Gibran juga dinilai masih di bawah kapasitas tokoh muda Golkar lainnya seperti Maman Abdurrahman, Ahmad Doli Kurnia, Ace Hasan Syadzily dan tokoh muda lainnya.  

“Nah Gibran itu lebih di bawah lagi saya kira levelnya dari segi usia dari segi kematangan itu lebih di bawah lagi, belum terlihat kemandirian politik dari Gibran yang menurut saya membutuhkan waktu,” ungkapnya.

Sementara itu, terkait posisi Gibran yang akan dilantik menjadi wakil presiden (wapres) seperti halnya yang terjadi dengan Jusuf Kalla (JK) menjadi wapres sekaligus saat memimpin Golkar periode 2004-2009 memiliki perbedaan yang cukup tajam.

Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla di kampanye terbuka Golkar

Photo :
  • VIVAnews/Tri Saputro

Dari segi usia dan pengalaman berpolitik antara Gibran dan JK sangat jauh berbeda. JK matang berorganisasi dan tidak pernah pindah partai selain Golkar, sementara Gibran kebalikannya masih terlalu muda dan baru saja pindah dari PDIP.

"Karena JK itu kan juga kesejarahan di Golkar panjang jadi bukan orang karbitan di Golkar, JK di sana panjang dan punya faksi politik di Golkar itu kan paling penting ada faksi politik yang mendukung JK dari sebelumnya, JK kan seumur-umur di Golkar tidak di partai lain,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya