Pede Koalisi Besar Prabowo Bakal Terwujud, Pakar: PDIP Menolak Gabung, PKB-PPP Luluh
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta - Usulan hak angket di DPR terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024 belum juga terealisasi. Belum jelasnya hak angket itu ditafsirkan sebagai sinyal peta koalisi mulai berubah jelang pengumuman hasil repitulasi nasional Pemilu 2024.
Pakar politik Hanta Yuda menganalisa peluang pergeseran koalisi partai politik sudah diprediksinya sejak penghitungan cepat atau quick count lembaga survei di hari pertama. Menurut dia, dengan 'kemenangan' pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka versi quick count berpotensi mengubah peta dukungan dengan memunculkan wacana koalisi besar.
Dia prediksi PDI Perjuangan (PDIP) yang akan menolak tawaran koalisi besar tersebut. Kata Hanta, faktor Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang membuat PDIP menolak tawaran Prabowo-Gibran jika resmi terpilih memimpin RI.
"Jadi, saya menyisakan paling yakin PDI Perjuangan, yang punya potensi untuk menolak kalau diajak bergabung. Itu karena faktor Megawati," kata Hanta dalam Kabar Petang tvOne yang dikutip VIVA pada Selasa malam, 12 Maret 2024.
Hanta meragukan faktor selain Megawati seperti Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Bagi dia, figur Puan masih kemungkinan akan menerima tawaran jika ada koalisi besar pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Di luar faktor ibu Megawati pun saya maragukan, Misalnya faktor Mba Puan. Itu mungkin akan bergabung termasuk PKS," jelas Hanta.
Pun, menurut dia, untuk PKS jika nanti tak ada di barisan pemerintah maka mungkin karena tak diajak bergabung.
"Jika Prabowo Presiden terpilih nanti kemudian disahkan kemudian mengajak PKS. Saya termasuk orang yang ragu PKS akan menolak," ujar Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia tersebut.
"Jadi, kalau PKS tidak di dalam pemerintahan bukan karena PKS tidak mau. Tapi, mohon maaf mungkin karena tidak diajak," lanjut Hanta.
Dia mengatakan demikian karena dari posisi PKS yang berada di luar pemerintahan selama 10 tahun tak membantu peningkatan elektoral partai dakwah tersebut.
"Apalagi tadi karena PKS di luar pemerintahan secara elektoral juga tidak menguntungkan. Ada poin itu," ujarnya.
Meski demikian, ia setuju perlu ada kekuatan penyeimbang di luar pemerintahan. Tapi, ia merasa yakin koalisi besar pendukung Prabowo bakal terwujud. "Menurut saya, Insya Allah, saya yakin sekali akan terwujud," kata Hanta.
Lebih lanjut, dia bilang tak mengkhawatirkan tak terwujudnya wacana koalisi besar tersebut. Namun, ia justru khawatir sebaliknya.
Ia berharap jangan sampai koalisi nanti yang terbentuk kebesaran, tambun, obesitas sehingga tak menyisakan kekuatan di luar dan parlemen untuk mengimbangi pemerintahan.
"Kenapa saya katakan itu. satu modal politik pak Prabowo hari ini sudah besar dibandingkan pak SBY dan Pak Jokowi di awal pemerintahannya," tuturnya.
Hanta membandingkan awal pemerintahan Jokowi pada 10 tahun lalu atau 2014. Meski menangi Pilpres 2014 dengan perolehan 53 persen tapi kekuatan yang mendukungnya di parlemen DPR hanya 36 persen.
Menurutnya, beda dengan pengusung Prabowo-Gibran saat ini sudah hampir separuh menguasai kursi DPR. Hal itu bisa dilihat dari data sementara real count KPU dan quick count.
"Itu sudah hampir separuh kursi parlemen sudah mereka kuasai. Dari Demokrat, Golkar, PAN, Gerindra. Itu mereka 50 persen suaranya dari hasil pemilu yang baru," kata Hanta.
Kemudian, dia menilai faktor lainnya untuk terjadi pergeseran peta politik besar karena karakter parpol. Ia menyebut karakter parpol seperti PPP dan PKB yang sulit berada di luar pemerintahan. Hanta prediksi dua parpol itu bakal luluh jika diajak bergabung.
"Kita lihat dari karakter partainya. Misalnya kita lihat dari PKB dan PPP. DNA partai politik ini sangat sulit PKB berada di luar pemerintahan," sebutnya.
"Jadi, menurut saya akan terwujud. Hanya akan soal waktu saja. Sabar, tunggu waktunya," kata Hanta.
Â