Caleg Golkar Ingin Petinggi Partai Intervensi Untuk Pastikan Caleg Perempuan Lolos
- Istimewa
Jakarta – Pemilu 2024 ini dinilai sebagai momentum untuk memperkuat kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan dalam politik. Sebab itu dianggap sebagai bukti dari kemajuan.
Calon anggota legislatif atau caleg dari Partai Golkar, Melli Darsa, menilai perempuan jangan lagi menjadi vote getter. Tetapi harus diberi peran juga terlibat langsung, bukan sekedar seperti cheerleader.
Pada Pemilu 2019, legislator perempuan di DPR RI berjumlah 120 orang dari total 575 anggota atau hanya 20,8 persen. Sementara kuota afirmasi berdasarkan peraturan perundangan adalah 30 persen untuk bakal caleg, kepengurusan di partai, serta penyelenggara pemilu.
Berbagai persoalan saat ini, seperti kekisruhan dalam penghitungan suara yang belakangan ramai, menurutnya punya potensi untuk memperburuk situasi. Belum lagi faktor-faktor lainnya.
"Afirmasi keterwakilan perempuan dalam politik adalah kebijakan yang sudah dilahirkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Namun, hingga saat ini kebijakan ini masih belum efektif dan cenderung hanya merupakan suatu lip service," kata caleg dari Daerah Pemilihan atau Dapil Jabar III itu.Â
Sistem yang ada saat ini dimana banyak partai yang ikut berkontestasi dalam pemilu, menurutnya membuat tugas caleg perempuan juga lebih berat. Apalagi dengan banyaknya perantara yang harus dilewati caleg perempuan, agar memperkuat kedudukan mereka tersebut.
"Bukan rahasia lagi bahwa proses pencalonan penyelenggara dan pengawas kerap dipengaruhi atau dilobi jauh-jauh hari sebelum pemilu bergulir, oleh pihak-pihak yang kemudian akan mempunyai kepentingan dalam pemilu itu sendiri. Sejauh mana perempuan dalam posisi untuk bisa melobby seperti itu perlu dipertanyakan," jelasnya.
"Seperti juga dalam konteks terkait kemiskinan, ketidakadilan yang umumnya akan pertama dan utamanya merugikan perempuan, demikian juga proses ini menjadi hambatan lebih besar pada kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan," lanjutnya.
Maka situasi yang menurutnya kurang menguntungkan bagi perempuan, peting bagi petinggi partai untuk melihat. Dia berpandangan, petinggi partai adalah satu-satunya harapan untuk terwujudnya afirmasi keterwakilan perempuan yang selaras dengan semangat undang-undang.
"Hanyalah petinggi partai yang bisa intervensi untuk memastikan bahwa calon legislator perempuan-perempuan kompeten tetap bisa lolos dari lubang jarum. Dalam hal di suatu dapil sudah jelas dapat dimenangkan lebih dari satu kursi maka sewajarnya, perempuan diizinkan dalam rangka Kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan untuk menduduki kursi tersebut dan tidak hanya dikaitkan siapa yang mendapatkan kursi terbanyak," jelasnya.
Harapannya adalah partai punya kebijakan afirmasi terhadap perempuan yang lebih berani lagi. Dengan begitu, mereka bisa menempatkan perempuan sebagai wakil rakyat.
"Semoga di Pemilu 2024, representasi perempuan khususnya bagi partai yang berhasil mendapatkan simpati rakyat sebagai Juara I, II, III dapat membuktikan keberpihakannya kepada caleg perempuan yang kompeten di bidang legislasi dapat memperkaya dan meningkatkan kualitas legislasi agar lebih pro-perempuan untuk 5 tahun ke depan," katanya.
Sementara Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menilai kebijakan untuk memberi ruang perempuan masuk parlemen, bisa. Yakni dengan menggunakan metode zigzag, hal ini bisa memberi kesempatan perempuan terlibat.
"Jadi misalnya partai politik setidaknya mendapatkan 2 kursi di dalam satu dapil. Dan yang harus diutamakan untuk perhitungan suara kedua itu adalah perempuan dari peroleh suara terbanyak di dapil itu," kata Ray.
"Menurut saya itu bisa dipergunakan kembali," katanya.