Jimly Asshiddiqie Ingin Capres pada Pemilu Mendatang Tak Hanya dari Jawa
- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menemui Menko Perekonomian yang sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin.
Dalam pertemuannya, Jimly mendiskusikan banyak hal dengan Airlangga mulai dari evaluasi sistem politik, amandemen ke-5 UUD 1945 hingga hak angket dalam Pemilu.
“Kita tadi diskusi soal berbagai soal, termasuk saya sih bilang momentum sekarang ini bisa enggak dipakai untuk supaya orang move on. Kita ajak publik ini berpikir tentang masa depan, perbaikan sistem termasuk bila disepakati itu jadi ide soal perubahan ke-5 UUD,” kata Jimly di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin, 26 Februari 2024.
Jimly menyampaikan keresahannya akan kondisi politik saat ini. Menurutnya, perlu adanya evaluasi terhadap reformasi yang sudah berumur 25 tahun ini. Ia menyoroti sistem threshold 20 persen yang perlu dikaji ulang. Hal itu demi menciptakan iklim politik yang lebih adil.
“Partai yang punya status sebagai peserta Pemilu berhak mengajukan calon, enggak usah pakai threshold-threshold-an. Jadi yang capresnya jangan hanya orang Jateng, Jatim, Jabar; orang Palembang seperti saya juga bisa. Soal enggak menang, ya, tidak apa-apa. Jadi biar banyak, dari Papua, dari Bugis, itu antara lain yang saya bahas,” ujarnya.
Adapun sistem threshold merupakan ambang batas minimal persentase kepemilikan kursi di DPR atau persentase peraihan suara bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Selain itu, Jimly juga mendiskusikan terkait penggunaan hak angket yang sebaiknya diterima oleh pemerintah. Pasalnya, dalam dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo, belum ada satu pun hak angket yang dipakai.
“Tapi, adanya hak angket ini, misalnya terjadi, saya malah apresiasi supaya dalam catatan sejarah, di era pemerintahan Jokowi ada hak angket dipakai,” katanya.
Dalam pertemuannya, Jimly juga meminta pandangan dari Airlangga Hartarto dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Partai Golkar tentang kemungkinan diterapkan amandemen ke-5 UUD 1945.
“Saya beri saran ini, sekaligus memitigasi kekecewaan supaya orang move on mari kita berpikir ke depan. Prinsip dia setuju, tapi timing-nya dia masih ragu,” ujarnya. (ant)