Komnas HAM Ungkap Banyak Napi Tak Bisa Nyoblos, KPU Singgung Kewenangan Kemendagri
- AP Photo/Tatan Syuflana
Jakarta – Anggota KPU RI, Idham Holik menanggapi temuan Komnas HAM yang mengungkap ratusan tenaga kesehatan (nakes) dan ribuan warga binaan kehilangan hak pilih dalam Pemilu 2024.
Idham mengatakan, pihaknya telah berupaya maksimal dalam pemutakhiran daftar pemilih tetap (DPR) Pemilu 2024.
"Dalam proses pemutakhiran data pemilih KPU telah maksimal dan berkoordinasi dan ini kembali lagi kepada lembaga yang memiliki kewajiban menerbitkan KTP elektronik," kata Idham kepada wartawan, Kamis, 22 Februari 2024.
Selain itu, terang Idham, yang berhak menerbitkan e-KTP itu merupakan wewenang dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Sekarang pertanyaannya siapa yang menerbitkan KTP elektronik, KPU atau Kemendagri, ya sudah. Karena administrasi kependudukan yang mengelola dan menerbitkan itu adalah lembaga di luar KPU dan sebagaimana undang-undang kependukdukan adalah Dinas Kependudukan," kata Idham.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Saurlin P Siagian menjelaskan penyebab para nakes dan warga binaan atau narapidana kehilangan hak pilihnya pada Pemilu 2024.
Untuk nakes, kata Saurlin, mereka kehilangan hak pilih karena tidak ada Tempat Pemungutan Suara (TPS) di banyak rumah sakit (RS) di Indonesia.
"Hampir seluruh rumah sakit tidak memiliki TPS khusus sehingga ratusan tenaga kesehatan dan pasien kehilangan hak pilih," kata Saurlin dalam konferensi pers di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu kemarin.
Sedangkan ribuan warga binaan kehilangan hak pilih karena mereka tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Catatan Komnas HAM, ada 1.804 warga binaan di Lapas Kelas 1 Medan tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena tidak memiliki e-KTP.
"Sementara itu, di Rutan Kelas IIB Kabupaten Poso sebanyak 205 WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) yang masuk dalam DPTb (Daftar Pemilih Tambahan) tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangan surat suara," ujarnya.
Hal sama juga terjadi di Lapas Kelas IIA Manado, menurutnya, sekitar 101 warga binaan tidak bisa menggunakan hak pilih karena kekurangan surat suara.
Selain itu, temuan Komnas HAM lainnya, yakni terkait akses bagi kelompok disabilitas yang sangat kurang.
"Selain sarana dan prasarana di lokasi TPS yang tidak ramah disabilitas, Komnas HAM juga tidak menemukan adanya surat suara braile bagi pemilih netra," kata Saurlin.