Simak! Begini Cara Hitung Perolehan Kursi DPR di Pemilu 2024 dengan Metode Sainte Lague
- VIVA/Muhamad Solihin
Jakarta – Proses Pemilu 2024 saat ini memasuki tahapan rekapitulasi suara. Proses secara berjenjang ini akan berakhir pada 20 Maret 2024. Perolehan suara partai untuk anggota DPR RI dan DPRD nantinya akan dikonversi menjadi perolehan kursi di parlemen.
Nantinya, KPU akan menetapkan perolehan kursi dan calon anggota legislatif terpilih paling lambat tiga hari setelah KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional pasca-putusan MK jika ada sengketa.
Lalu bagaimana cara hitung perolehan kursi DPR RI dari suara partai di Pemilu 2024?
Berbeda dengan DPD yang telah ditetapkan batas minimum perolehan suara agar lolos, seorang calon anggota DPR RI tidak serta merta menjadi anggota legislatif walaupun meraih suara terbanyak. Hal ini mengingat terdapat ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen.
Contoh paling mudah adalah dengan merujuk pada Tsamara Amany yang maju sebagai caleg DPR dari PSI dengan dapil DKI Jakarta II pada Pemilu 2019 lalu. Saat itu, Tsamara meraih suara tertinggi kedua, yakni 140.557 suara.
Suara yang diraih Tsamara mengungguli sejumlah caleg dari partai lain di dapil yang sama, seperti Masinton Pasaribu dari PDIP dan Christina Aryani dari Golkar. Meski begitu, Tsamara gagal melenggang ke Parlemen Senayan karena suara partainya tidak memenuhi syarat parliamentary threshold.
Setelah lolos parliamentary threshold, suara partai baru dapat dikonversi menjadi kursi dengan metode Sainte Lague. Penghitungan jumlah kursi DPR dan DPRD menggunakan metode Sainte Lague telah diterapkan pada Pemilu 2019 dengan tetap menerapkan sistem proporsional terbuka.
Metode ini diperkenalkan oleh matematikawan Prancis André Sainte-Laguë pada 1910. Metode ini menggunakan bilangan pembagi ganjil 1,3,5,7 dan seterusnya.
Syarat parliamentary threshold dan sistem penghitungan Sainte Lague diatur dalam Pasal 414 dan Pasal 415 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu.
Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu menyatakan, "Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR."
Semantara untuk DPRD provinsi dan kota tidak menggunakan syarat parliamentary threshold sebagaimana tercantum dalam Pasal 414 ayat (2) UU Pemilu yang menyatakan, "Seluruh partai politik peserta pemilu diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota."
Selanjutnya, Pasal 415 ayat (1) UU Pemilu menyebutkan, "Partai politik peserta pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 ayat (1) tidak disertakan pada penghitungan perolehan kursi DPR di setiap daerah pemilihan.
Pasal 415 ayat (2) UU Pemilu menjelaskan, "Dalam hal penghitungan perolehan kursi DPR, suara sah setiap partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 ayat (1) dibagi dengan bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3,5,7, dan seterusnya."
Penggunaan metode Sainte Lague untuk mengonversi suara partai menjadi jumlah kursi juga berlaku bagi DPRD provinsi dan kota sebagaimana tertuang dalam Pasal 415 ayat (3) UU Pemilu.
Bagaimana Cara Hitung Perolehan Kursi DPR RI dengan metode Sainte Lague?
Dalam sebuah simulasi, misalnya, di satu daerah pemilihan (dapil) terdapat kuota 4 kursi parlemen. Lima partai yang mengikuti pemilu masing-masing memperoleh suara, yakni Partai A mendapat 50.000 suara, Partai B 40.000 suara, Partai C 32.000 suara, Partai D 16.000 suara, dan Partai E 8.000 suara.
Cara Menentukan Kursi Pertama:
Kelima partai dianggap telah memenuhi syarat ambang batas parlemen. Selanjutnya, untuk menentukan kursi pertama, perolehan suara masing-masing partai dibagi dengan angka 1. Dari pembagian tersebut, partai yang mendapat suara terbanyak berhak menjadi pemilik kursi pertama.
Partai A: 50.000 dibagi 1 = 50.000
Partai B: 40.000 dibagi 1 = 40.000
Partai C: 32.000 dibagi 1 = 32.000
Partai D: 16.000 dibagi 1 = 16.000
Partai E: 8.000 dibagi 1 = 8.000
Dari pembagian tersebut, Partai A mendapat suara paling besar, yakni 50.000 suara sehingga berhak mendapat kursi pertama.
Cara Menentukan Kursi Kedua:
Lantaran sudah mendapat kursi pertama, suara Partai A dibagi dengan angka 3 untuk menentukan kursi kedua. Sementara empat partai lainnya, masih menggunakan pembagi angka 1.
Partai A: 50.000 dibagi 3 = 16.666
Partai B: 40.000 dibagi 1 = 40.000
Partai C: 32.000 dibagi 1 = 32.000
Partai D: 16.000 dibagi 1 = 16.000
Partai E: 8.000 dibagi 1 = 8.000
Berdasarkan pembagian tersebut, Partai B berhak atas kursi kedua karena memperoleh 40.000 suara.
Cara Menentukan Kursi Ketiga:
Untuk menentukan kursi ketiga, suara Partai A dan B dibagi 3 karena telah mendapat masing-masing satu kursi. Sementara untuk Partai C, Partai D, dan Partai E tetap dibagi satu karena belum mendapatkan kursi.
Partai A: 50.000 dibagi 3 = 16.666
Partai B: 40.000 dibagi 3 = 13.333
Partai C: 32.000 dibagi 1 = 32.000
Partai D: 16.000 dibagi 1 = 16.000
Partai E: 8.000 dibagi 1 = 8.000
Berdasarkan pembagian tersebut, Partai C berhak atas kursi ketiga karena memperoleh suara terbanyak, yakni 32.000 suara.
Cara Menentukan Kursi Keempat:
Suara Partai A, B, dan C yang telah mendapat masing-masing satu kursi dibagi 3 untuk menentukan kursi keempat. Sementara suara Partai D dan E tetap dibagi 1 karena belum mendapatkan kursi.
Partai A: 50.000 dibagi 3 = 16.666
Partai B: 40.000 dibagi 3 = 13.333
Partai C: 32.000 dibagi 3 = 10.666
Partai D: 16. 000 dibagi 1 = 16.000
Partai E: 8.000 dibagi 1 = 8.000
Dari hasil penghitungan ini, Partai A berhak atas kursi keempat karena memperoleh suara terbanyak, yakni 16.666 suara.
Berdasarkan simulasi penghitungan ini, komposisi parlemen dengan kuota 4 kursi, maka Partai A mendapat 2 kursi, Partai B dan Partai C masing-masing 1 kursi. Sedangkan Partai D dan Partai E tidak mendapat kursi karena seluruh suara telah dikonversi menjadi kursi parlemen sesuai kuota.