Airlangga Sebut Film Dirty Vote sebagai Black Movie

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto buka suara soal film dokumenter berjudul Dirty Vote yang diluncurkan melalui kanal YouTube, Minggu, 11 Februari 2024.

Menko Airlangga Targetkan Transaksi Rp80 Triliun pada Tiga Program Diskon Nataru

"Itu kan namanya 'black movie', 'black campaign', ya, kalau itu kan enggak perlu dikomentarin," kata Airlangga saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 12 Februari 2024.

Airlangga mengatakan, film dokumenter itu disebut sebagai "black movie" karena disiarkan secara luas saat memasuki masa tenang pada 11-13 Februari 2024, sebelum hari pemungutan suara Pemilu pada Rabu, 14 Februari 2024.

Shareefa Daanish Berbicara Tentang Pentingnya Kesehatan Mental di Utusan Iblis

Pemilu/Ilustrasi

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Menurut Menko Perekonomian itu, sejauh ini Pemilu termasuk kampanye sudah berjalan dengan aman, tertib, dan lancar. Dengan begitu, ia berharap tidak perlu memperkeruh kondisi tersebut dengan adanya kampanye hitam.

Jadi Kuntilanak di Film Anak Kunti, Nita Gunawan Raih Pujian

Apalagi Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan India.

"Kita dorong saja pemilu sesuai dengan mekanisme yang ada dan kita optimis jangan ada pemilu yang diganggu oleh hal-hal semacam itu," katanya.

Dia pun meminta masyarakat menggunakan hak suara mereka pada 14 Februari nanti.

Ilustrasi Pemilu.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Film dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono dan disiarkan melalui chanel Youtube.

Dalam siaran tertulisnya, Dandhy menyampaikan film itu bentuk edukasi untuk masyarakat yang pada 14 Februari 2024 akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024.

“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” kata Dandhy.

Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar dua minggu yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. 

Pembuatannya, ia menambahkan, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya