TKN Soroti Film Dirty Vote Bernada Fitnah hingga Jadi Upaya Degradasi Pemilu 2024
- Istimewa
Jakarta – Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman buka suara soal kemunculan film 'Dirty Vote' di masa tenang Pemilu 2024. Habiburokhman menilai, semua orang bebas menyampaikan pendapat, termasuk yang disampaikan para tokoh dalam film 'Dirty Vote'.
Meski begitu, pihaknya menilai, film 'Dirty Vote' lebih banyak berisi mengenai sesuatu yang bernada fitnah hingga memunculkan narasi kebencian.
"Perlu kami sampaikan sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif dan sangat tidak ilmiah," kata Habiburokhman dalam konferensi pers, dikutip Senin, 12 Februari 2024.
Dia kemudian mempertanyakan kapasitas dari para tokoh yang ada di film 'Dirty Vote' tersebut. Habiburokhman dalam kesempatan ini juga menduga, film 'Dirty Vote' ini diluncurkan sebagai upaya mendegradasi Pemilu 2024.
"Saya kok merasa sepertinya ada tendensi keinginan untuk mendegradasi Pemilu ini dengan narasi yang sangat tidak berdasar," ucap dia.
Lebih lanjut, Habiburokhman meyakini masyarakat dapat memahami dan menilai dengan baik isi film 'Dirty Vote' tersebut. Masyarakat ia yakini dapat memahami siapa pihak yang benar-benar melakukan kecurangan hingga mendapatkan dukungan besar rakyat.
"Rakyat pasti sangat paham bahwa tokoh yang paling banyak disebut dalam film 'Dirty Vote' Presiden Joko Widodo, sangat berkomitmen menegakkan demokrasi," kata dia.
"Rakyat juga tahu bahwa pihak mana yang sebenarnya melakukan kecurangan, dan pihak mana yang mendapat dukungan sebagian besar rakyat karena program dan rekam jejak yang jelas berpihak pada rakyat," pungkas Habiburokhman.
Seperti diketahui, film dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono. Dalam siaran tertulisnya, Dandhy menyampaikan film itu bentuk edukasi untuk masyarakat yang pada 14 Februari 2024 akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024.
“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” kata Dandhy.
Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. Pembuatannya, dia menambahkan, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.