Caleg Perempuan Hanya untuk Pendulang Suara tapi Tak Diharapkan Terpilih, Menurut KPU
- ANTARA/Tri Meilani Ameliya
Jakarta -  Anggota KPU RI Betty Epsilon menyebut salah satu tantangan caleg perempuan pada Pemilu 2024 adalah persepsi sebagian masyarakat yang masih menganut nilai sosial dan budaya yang cenderung patriarki sehingga mengesampingkan rekam jejak politik dan kualitas kepemimpinan perempuan.
"Persepsi sebagian publik yang terbelenggu nilai sosial dan budaya yang cenderung patriarki," kata Betty di Jakarta, Selasa, 23 Januari 2024.Â
Kondisi ini, kata dia, membuat masyarakat mengesampingkan sisi rekam jejak politik, aspek intelegensia, kemampuan manajerial, dan kualitas kepemimpinan caleg perempuan.
Selain itu, tantangan keterpilihan perempuan yakni kecenderungan parpol yang menempatkan caleg perempuan pada nomor urut 3 pada aturan minimal satu perempuan dalam tiga calon.
"Dalam sistem proporsional terbuka, perempuan dimanfaatkan hanya untuk mendulang suara, tapi tidak diharapkan untuk terpilih," kata Betty.Â
Afirmative action atau pengarusutamaan pencalonan perempuan hanya memberikan akses mendorong pencalonan perempuan. Sementara pada proses kontestasi untuk mendapatkan kursi masih terdapat ketimpangan dalam strategi berpolitik, mengakses informasi, dan berelasi dengan calon konstituen.
Tantangan lainnya, kata Betty, pencalonan perempuan yang masih dominan dilandasi faktor kekerabatan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah meluncurkan slogan dengan tagar "2024 Dukung Keterwakilan Perempuan di Parlemen" untuk mendukung keterwakilan perempuan dalam politik, termasuk calon legislatif yang akan duduk di parlemen.
Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Politik dan Hukum KemenPPPA, Iip Ilham Firman mengatakan, berdasar RPJMN 2020-2024, pemerintah menargetkan 22,5 persen keterwakilan perempuan di DPR pada Pemilu 2024.
"Di 2019 hanya 20 persen di DPR. Target kita di 2024, hanya 22,5 persen di RPJMN 2020-2024. Itu pun masih banyak rintangannya. Karena itu, jangan sampai turun dari 20 persen, ini perlu kita hindari bersama," kata Ilham Firman. (ant)