Saling Sindir Fahri Hamzah dan Imam Shamsi Ali: Tekun Saja Sebagai Ustadz
- twitter/ Fahri Hamzah
Jakarta – Fahri Hamzah yang saat ini Wakil Ketua Umum Partai Gelora, membalas sindiran dari Imam Shamsi Ali. Fahri bahkan menyebut Shamsi lebih baik fokus menjadi seorang ustadz, tidak perlu masuk ke politik praktis.
Sindiran Fahri ini, bermula saat Shamsi Ali melalui akun X miliknya, menyinggung Fahri yang menyebut "Pernah Menikmati Mestinya Bersyukurlah. Jangan Mencela".
"Teman kita Fahri Hamzah lagi menasehati diri sendiri. Dulu menikmati posisi lewat PKS….begitu kah? Sekarang memposisikan diri antitesis dari PKS. Dulu tajam ke Jokowi. Sekarang muji setinggi langit… berpolitik itu saya kira dengan nilai. Bukan dengan mata pragmatis!" tulis Shamsi Ali.
Fahri sebelum di Gelora, adalah salah satu pendiri Partai Keadilan Sejahtera atau PKS. Lalu pada periode 2014-2019 pernah menjadi Wakil Ketua DPR RI. Dia kemudian mundur dan mendirikan Partai Gelora bersama eks Presiden PKS yang kini menjadi Ketua Umum Gelora, Anis Matta. Mendapat sindiran Shamsi, Fahri kemudian juga membalas melalui akun X miliknya, @fahrihamzah.
"Tekun aja sbg ustadz, Ini kerjaan kasar, berdarah, sumpah serapah, gak cocok buat ente. Satukan ummat. Kalau mau berpolitik praktis masuk partai. Contoh yg lebih muda kayak UAH itu, fungsi ustad mendamaikan bukan malah ikut2 jadi provokator. Lagian ente gak paham situasinya," kata Fahri, dikutip VIVA, Kamis 11 Januari 2024.
Jawaban itu juga diunggah Fahri melalui akun Instagram miliknya. Shamsi Ali yang merasa menjadi orang yang disindir dari statement itu, angkat bicara dan memberi penjelasan.
"Nampaknya Mas Fahri nuduh saya provokator ya. Kadang kebenaran yang disampaikan itu ditafsirkan sesuai arah hawa nafsu. Karena saya sampaikan hawa nafsu dan keserakahan anda, anda menilai itu provokasi," katanya.
Dia menjelaskan, kalau memang dirinya bukan politisi tetapi tahu politik. Selain itu juga tidak boleh Fahri membatasi hak seseorang. Shamsi Ali juga mengatakan, setiap ustadz punya metode yang berbeda. Sedangkan dirinya tidak bisa diam bila menganggap itu salah.
Soal memahami politik, menurutnya tidak ada jaminan juga kalau Fahri lebih paham dari dirinya. Meskipun saat ini dia berada di luar institusi politik.
"Untuk melihat keindahan dan keburukan sebuah gedung biasanya anda perlu keluar dari gedung itu. Kalau sudah di dalam pastinya sudah terkelikingi comfort zone… bahkan kepentingan," katanya.
Dia berharap Fahri lebih sering melihat hati nurani. Mengingat pertanggungjawaban tidak hanya di dunia tetapi juga di akherat kelak.
"Dan kalau ke NY kita ketemu ngopi. Kita bicara data… mumpun saya bukan pejabat publik. Jadi bisa di ruang tertutup di kedai kopi,".