Pelanggaran Netralitas ASN Diprediksi Naik 5 Kali Lipat di Pemilu 2024
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Pelanggaran netralitas yang dilakukan aparatur sipil negara atau ASN di Pemilu 2024 naik lima kali lipat dibandinghkan Pilkada serentak 2022. Bahkan, jumlah angka pelanggaran itu diprediksi bisa tembus 10 ribu kasus.
Demikian disampaikan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto. "Angka tersebut merupakan potensi pelanggaran yang diprediksi dibandingkan dengan Pilkada serentak 2020," kata Agus di Jakarta, Rabu, 10 Januari 2024.
Agus menyampaikan angka tersebut merupakan hasil perhitungan matematis pada Pilkada 2020 yang hanya dilakukan di 270 daerah. Tapi, menimbulkan pelanggaran netralitas ASN yang cukup tinggi mencapai 2.304 kasus.
Menurut dia, angka tersebut diprediksi akan meningkat tajam hingga naik lima kali lipat. Ia menyoroti seperti itu karena mengingat pelaksanaan Pemilu 2024 berlangsung di 548 daerah dengan berbagai tingkatan pemilihan, mulai dari pemilihan DPD, DPRD, DPR RI, hingga pemilihan presiden.
"Saat itu yang mengadakan hanya 270 daerah sementara tahun ini kan ada pileg, pilpres, kemudian pemilihan DPD, pemilihan daerah serentak di 548 daerah," ujarnya.
Agus menuturkan, dalam analisisnya, potensi pelanggaran tersebut akan lebih besar terjadi di 10 daerah di Indonesia yang sebelumnya telah masuk ke dalam kategori rawan pelanggaran netralitas.
"Potensinya tadi petanya ada 10 kabupaten/kota terbesar. Mulai dari Purbalingga kalau ditingkat kabupaten, kemudian tingkat provinsi ada Sulawesi Tenggara, itu daerah yang akan kami pantau terus," ujarnya
Lebih lanjut, Agus mengatakan, ada jenis pelanggaran netralitas yang mendominasi pada Pemilu 2024. Menurut dia, pelanggaran itu seperti melalui platform media sosial pribadi ASN.
Dia lantas mengingatkan pelanggaran netralitas itu akan berbuah sanksi tegas dan berdampak terhadap karir ASN yang bersangkutan.
"Kalau itu terjadi tentu kami akan tegaskan bagi yang terkena sanksi harus segera dilakukan sanksi oleh BPK. Kalau itu kemudian tidak dilakukan, maka kami akan melaporkan ke BKN untuk diblokir kepegawaian,” jelasnya.
“Sehingga mereka nanti tidak bisa promosi tidak bisa mengurus pensiun dan sebagainya. Itu konsekuensi yang berat dan tidak main-main," ujarnya.