Mahfud Md: Pemilu untuk Memilih Pemimpin Bukan untuk Mengeliminasi Musuh
- Instagram Mahfud MD
Padang - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menegaskan pemilihan umum atau pemilu merupakan ajang memilih pemimpin secara bersama bukan untuk mengeliminasi musuh.
"Ingat betul-betul bahwa pemilu untuk memilih pemimpin bersama bukan untuk mengeliminasi musuh," kata Mahfud Md di Universitas Bung Hatta, Padang, Sumatra Barat, Senin, 18 Desember 2023.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut mengatakan jika hal itu diimplementasikan dengan baik, maka yang menang seyogianya merangkul yang kalah dan sebaliknya.
Dengan demikian, rasa persatuan bangsa dapat terwujud tanpa adanya perpecahan antar anak bangsa meskipun berbeda pilihan politik saat pesta demokrasi lima tahunan berlangsung.
Pada kuliah umurnya, Mahfud kembali mengingatkan dan mengajak para mahasiswa di Tanah Air untuk terlibat aktif pada Pemilu tahun 2024. Sebab, hal itu merupakan bagian dari bentuk tanggung jawab warga negara kepada bangsa.
"Hal itu sebagai bentuk warga negara yang mempunyai tanggungan dalam membangun masa depan bangsa, dan tentunya masa depan saudara sendiri," kata dia mengingatkan.
Oleh karena itu, apabila ada individu yang beranggapan tidak akan ikut pemilu karena melihat calon presiden dan calon wakil presiden tidak sesuai harapan, maka pemikiran tersebut harus diluruskan.
Ia menyarankan masyarakat untuk tetap memilih calon yang terbaik di antara yang kurang baik. Atau memilih calon yang tingkat kekurangannya lebih sedikit dibandingkan
pasangan calon lain.
"Pemilu itu bukan untuk memilih orang yang hebat atau sempurna melainkan untuk memperkecil peluang orang yang jahat menjadi pemimpin," jelas dia.
Pada kesempatan itu, Mahfud juga mengingatkan dampak buruk apabila seseorang tidak ikut berpartisipasi pada Pemilu tahun 2024. Ia menganalogikan 100 orang diundang memilih calon pemimpin namun yang memberikan suara hanya 35 orang.
Maka suara dari 35 tersebut yang akan menjadi penentu selama lima tahun ke depan. Sementara, 65 individu yang tidak ikut pemilu secara mutlak harus mengikuti kebijakan pemimpin yang lahir dari suara 35 konstituen tadi.
"Orang yang tidak ikut berpartisipasi pada pemilu itu bisa menjadi korban dari keputusan politik, karena pemilih yang tidak hadir itu kepemimpinannya diwakili oleh orang yang memilih," jelas dia.
Terakhir, pihak-pihak yang tidak ikut memilih maka secara mutlak juga terikat kepada aturan atau keputusan politik yang diambil oleh pihak yang menang dalam pesta demokrasi lima tahunan.
Sebagai contoh, jika pemerintah menaikkan pajak pelayaran namun kelompok yang tidak ikut memilih tadi menentang dengan dalih tidak ikut berpartisipasi saat pemilu, maka hal itu tidak bisa diterima. Sebab, setiap individu harus mengikuti aturan yang dikeluarkan negara.
"Keputusan yang menang itu mengikat yang kalah," kata dia. (ant)