Tegas Tolak Presiden Bisa Tunjuk Gubernur Jakarta, PKS: Mengebiri Hak Politik Warga
- Istimewa
Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat RI melalui paripurna mengesahkan RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) sebagai usul inisiatif DPR. Ada aturan kontroversial yaitu Gubernur Jakarta akan ditunjuk dan diberhentikan Presiden.
Dengan aturan itu, Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta dipilih bukan dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dalam pengesahan di forum paripurna, hampir seluruh fraksi di DPR setuju inisiatif RUU DKJ, kecuali Fraksi PKS yang tegas monolaknya.
Ketua Fraksi PKS di DPR, Jazuli Juwaini mengkritik keras RUU DKJ telah merampas hak politik warga Jakarta dalam memilih pemimpinannya. Menurut dia, usulan tersebut merupakan kemunduran demokrasi.
"Fraksi PKS dengan tegas menolak upaya yang mengebiri hak politik warga Jakarta yang selama ini dapat memilih pemimpinannya secara langsung. Tidak ada alasan untuk menarik hak politik warga tersebut dan kami menganggap hal ini jelas-jelas set-back demokrasi di Jakarta," kata Jazuli, dalam keterangannya, Jumat, 8 Desember 2023.
Jazuli menuturkan pihaknya menolak inisiatif RUU DKJ karena akan mencabut mandat pemilihan langsung melalui pilkada. Kata dia, penolakan Fraksi PKS didasarkan pada proses dan prosedur penyusunan RUU yang tergesa-gesa.
"RUU ini akan mengatur Jakarta dengan kompleksitas yang luar biasa sehingga mutlak membutuhkan partisipasi yang luas dari masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan," jelas Jazuli.
Dia mengingatkan preseden buruk RUU Cipta Kerja dan RUU Ibu Kota Negara. PKS terhadap dua RUU itu juga tegas menolak.
"Tegas kami tolak dan ternyata isinya amburadul bahkan RUU Cipta Kerja dibatalkan MK sementara RUU IKN harus direvisi kembali," ujar Jazuli.
Pun, menurut dia, PKS tetap pada pendapatnya dengan menilai Jakarta masih layak sebagai Ibukota Negara. Ia menekankan sikap PKS konsisten yang sejak awal menolak RUU IKN.
Dia bilang keberadaan RUU DKJ sebagai konsekuensi dari UU IKN. Namun, ia menuturkan seyogiyanya proses dan prosedurnya mesti dilakukan secara cermat serta komprehensif.
"Bukan tergesa-gesa dan minim pelibatan publik. Apalagi isinya jelas merampas hak politik warga Jakarta untuk memilih pemimpinannya," tutur Jazuli.